Selasa, Agustus 31, 2010

Seberapa rela kah kita ?


Banyak yang mencari keteduhan bagi jiwanya,
yang dianggapnya begitu,
untuk kemudian ada kata-kata belahan jiwa,
yang terpisah darinya,
menjadikan angan-angan terpatri begitu,
bagai nyata yang sepertinya patut dicari dan diperjuangkan. 

Kalaupun kita dapat bertanya,
"hendak kemanakah kita ini ? atas semua yang terjadi pada diri ini"
dan apabila kita dapat menjawab,
sudah tentu dengan mantap kita akan menjawab, "Allah !"

Jika memang itu tujuan kita,
maka segala sesuatu yang terjadi pada kita,
yang dihadapi dengan semua rasa dan fikiran itu,
adalah bersifat bathil dan akan lenyap pada waktu Nya,
berganti-gantian,
bagai malam dan siang,
sebagaimana itu tidak ada pada awalnya,
maka secepat itu pula dapat menjadi tidak ada,
pada waktu Nya.

Sesungguhnya Allah ta'ala akan terus menguji kita,
dengan setiap pengakuan dan pernyataan kita sendiri kepada Nya,
dengan apa yang (menurut kita) baik,
maka belum tentu itu baik untuk kita,
begitu pula berlaku pada hal yang (menurut kita) buruk,
seakan Dia berkata, "hadapkan wajahmu itu hanya kepada Ku !, apapun keadaanmu."

Dia menguji kesungguhan kita,
dengan apa yang dinamakan dengan cinta,
seperti anak panah yang melesat dan menancap tepat di dada kita,
dalam pada itu,
ada ketidak berdayaan dan penyerahan,
kembali lagi kepada Nya,
karena memang itu adalah milik dan ciptaan Nya,
dan hanya dari Nya sekaligus bagi Nya semata,
memang bukan untuk selain Nya.

Seberapa rela kah kita menukarkan sesuatu itu,
yang bersifat kesementaraan dan penciptaan,
dengan keabadian mutlak Nya ?,
seperti apa yang telah dikisahkan dan terjadi,
pada junjungan kita Al Mustafa sang Sultan Makkah dan Madinah,
tambatan cintanya Khadijah,
kembali pulang kepada Sang Penguasa Kerajaan Baqa dan Qurbah,
kepedihan dan keperihannya,
terpisahkan jarak yang tidak dapat dijangkau oleh akalnya,
karena pengorbanan dan kerelaannya atas hal itu,
Al Mustafa pun berjumpa dengan jarak sejengkal,
bersama dengan Dzat sumber atas semua cinta,
dambaan serta tambatan keabadian,
di atas seluruh kenikmatan Surga yang disediakan Nya,
alam kedekatan Nya,
kekasih sesungguhnya yang saling bertatapan.

Seberapa malunya kah kita yang terus berjuang,
hanya untuk sebuah kesementaraan,
dan rela menukarkannya dengan keabadian Nya ?,
lihatlah dan tengoklah jiwa kita,
bagai orang yang thowaf di sekeliling rumah Nya,
ia dapat melihat dan mengira telah mendekat,
ternyata dengan jarak kejauhannya sendiri..

---
Ramadhan ke 21, 1431 H.
Bagi siapa saja yang mau menyingkirkan selain Nya dari Istana (hati) Nya,
dengan bersama Nya dan hanya untuk Nya.

Senin, Agustus 30, 2010

Kasih sayang yang telah kalah..

Terikat dan terpaksa berteriak,
sesuatu telah memotong nadi ini,
terluka dan mengeluarkan darah madu yang membanjiri hati..

Hanya dapat menyaksikan,
tanpa bisa melakukan apa-apa,
tidak ada tanya maupun jawaban,
juga prasangka atau angan-angan,
bahkan kegembiraan dan kesedihan,
seperti telah bercampur dan melarut,
menjadi suara kebisuan..

Kasih sayang yang telah kalah,
oleh kehendak sang Maha Raja,
sang Penguasa Cinta..

هو

---
Ramadhan ke 20, 1431 H

Dibeungkeut ku tali Duriat..

Dina hate kuring anjeun cicing,
Dina hate anjeun kuring cicing,
Bener-bener henteu bisa ngejat,
Dibeungkeut ku tali duriat..

Sanajan loba nu daratang,
Pating kuriling neangan lawang,
Pating kaletrok kana panto hate,
Tapi ku urang teu dipalire..

Duriat teu bisa digantian ku rupa,
Duriat teu bisa dihilian ku harta,
Duriat teu bisa di aya-aya,
Duriat datang na heunteu kapaksa..

Dikotretkeun dina hate tidituNa,
Diguratkeun dina rasa tidituNa,
Dibuka di baca ku urang duaan,
Di jaga di riksa pinuh rasa ka heman.

---
Ramadhan ke 20, 1431 H.

Kamis, Agustus 26, 2010

هوالحب هو


Apa kabar Mu, wahai yang paling didambakan ?
sudah tak mampu berkata-kata,
kecuali dengan kekaguman,
yang membuat akal bisu,
namun juga membuat merdeka,
atas semua yang semu,
dan tersipu malu,
ketika Engkau membuka tirai Mu.

Tersingkap wajah cantik Mu itu,
menghilangkan semua wujud,
dengan kemuliaan Mu,
seluruh tubuh hanya dapat berucap .. يا هو

Maka penantian panjang dalam kekinian,
menghilang bagai uap yang menyatu diudara,
sabar telah bersembunyi di balik hati,
cukuplah wahai keindahan mata,
cukuplah itu .. يا هو و يا هو

Semua pengetahuan dan ucapan,
dalam ramai dan diam,
hanyalah .. لا هو إلا هو

Sekarang cukuplah itu,
segalanya bagi mata,
juga bagi kumpulan huruf dan kata-kata .. هو

Selasa, Agustus 24, 2010

Tidak ada cinta tanpa kecuali, hanya bagi Nya dan dari Nya..

Tidak ada cinta kecuali hanya cinta bagi Nya, dari Nya dan untuk Nya saja,
Dia hanya bertanya, "dimanakah pengorbanan mu atas setiap pengakuan dan pernyataan mu itu ?",
tidak ada cinta itu kecuali dengan pengorbanan atas semua yang di cintai,
sungguh aneh meminta-minta dan mengiba cinta,
wajah menghadap kepada kesementaraan,
pengakuan berkata cinta karena Nya,
tidak ada karena Nya kalau bukan bagi Nya dan untuk Nya semata,
tidak mengherankan pada kenyataan Nya,
Dia membiarkan mu tenggelam dalam lautan angan-angan,
dengan dalih ayat-ayat Nya sebagai penawar dahaga,
racun air lautan yang di minum berkali-kali,
semakin dahaga yang teramat dalam,
semakin sulit hanya untuk sebuah nafas setarikan,
kebingungan menjadi mutiara keseharian,
yang menyiksa seperti tidak berkesudahan.

 "..jika memang Allah dan Rasul Nya lebih engkau cintai, pakailah bala' (ujian/cobaan) sebagai pakaian mu dan kefakiran sebagai jubahmu" - HR Bukhari/Muslim

Minggu, Agustus 22, 2010

Dimanakah kerelaan itu ?

Dimanakah kerelaan itu ?,
majelis-majelis yang diluluh lantakkan oleh kerajaan Al Qahar,
bersimbah banjir air mata kegundahan,
ketidak relaan yang rela terhadap perbudakkan majelis rapuh,
seseorang kelana yang menghentikan langkahnya,
karena majelis amalnya menangis mengiba,
untuk tidak ditinggalkannya.

Dimanakah kerelaan itu ?
hanyalah debu-debu sisa pijakan,
panggilan untuk kembali pulang,
sang Kekasih menunggu dan hanya menunggu..

Asap hina yang bangga..

apa yang dibanggakan ?,
berapa kali kita berkata "cukup" ?,
akal bagaikan Raja bertahtakan singgasana,
lalu kata-kata juga huruf bagai rakyatnya,
ilmu pengetahuan terangkai dan tersimpul dari bagiannya,
mengurai segala sesuatu menjadi sesuatu yang bercabang-cabang,
ranting-ranting yang meninggi,
seperti juga akar yang merasuk terus dikedalaman,
ketika itu semua bertemu dengan ke Maha an,
lenyap bagai asap hina yang tiada kuasa tertiup oleh angin,
asap hina yang bangga dengan kata "cukup",
sisa pembakaran demi pembakaran,
agar mendapatkan bentuk yang teguh,
dengan keindahan tatapan keabadian.

Kamis, Agustus 19, 2010

Teramat malu..

Kasihanilah diri, curigailah ia.
dalam setiap keadaan selalu ada kesempatannya,
adalah waktu Nya yang tak berbilang,
walau sekilas ia menjulang,
adalah hamparan anugerah tak terkatakan.

Wahai para pendamba,
diantara waktu dalam keadaan itu,
menjadi hilang berlari berpaling muka,
secepat mata yang berkedip seharusnya malu,
yang teramat malu.

Tidak akan ditemukan cinta yang didambakan,
kecuali berkubang dalam angan-angan,
hanya permainan perkataan atas pikiran,
tak kentara berselimutkan keindahan,
terpenjara hasrat dengan penjaga kemunafikan,
benamkanlah dibawah telapak kaki pijakkan,
akan engkau temukan keabadian tanpa keindahan kepalsuan..

Rabu, Agustus 18, 2010

Sekilat wajah pertemuan..

Adakah kepedulian bagi para tawanan,
kasur empuk maupun angin kesejukkan,
selimut hangat maupun air setegukkan,
tetaplah ia adalah tawanan,
kepeduliannya hanyalah kepada Sang Sultan.

Ayunan pancungan pada kepala,
tidak ia mengerti sama sekali,
kebanggaan hanyalah sekedar sebutan,
ketika pancungan tersaksikan,
dan disaksikan Sang Sultan,
saling mengenal walau hanya sekilatan pancungan,
pada dirinya adalah ketidak berdayaan,
yang tersembahkan,
ada luasnya mutlak kekuasaan,
yang dikenalkan,
walau hanya dalam sekilat wajah pertemuan.

Selasa, Agustus 17, 2010

معه..

Mereka yang merdeka yang terpenjara, 
bukanlah mereka yang terpenjara dengan merdeka, 
adalah tawanan dengan mata tetap terbuka,
akan kedatangan Sang Sultan Penguasa. 

Tiada lantunan merdu beriringan, 
sambutan lirih kerinduan berdiri bersamaan, 
meratap dalam bilik-bilik penyerahan. 

Ratapan tawanan penjara, 
tanpa mahkota mempesona, 
tanpa jubah megah nan merona, 
tanpa singgasana para raja.

Sabtu, Agustus 14, 2010

Duhai apa yang tersaksikan..

Telah lama apa yang menjadi intisari,
yaitu adab yang telah menjadi usang,
kebanyakkan telah memperbudak,
atau diperbudak oleh segala sesuatu,
yang dianggap sebagai jawaban.

Segalanya menjadi terbuka dan tampak,
beduk telah di pukul berkali-kali,
menghasilkan suaranya yang khas kala dulu,
namun tidak pada hakikatnya,
ia hanyalah tinggal sisa peninggalan saja,
bukan sesuatu yang dapat membangunkan,
hati-hati yang tertidur dan lalai.

Keindahan singgasana para raja,
telah menjadi cemoohan dan gurauan belaka,
hanya olok-olok permainan yang seperti tidak habis,
walaupun terlihat sudah begitu lusuh dan koyak,
menyedihkan..

Adapula yang bermajelis dengan alam khayal,
ujian-ujian dianggap pemberian yang teramat besar,
dengan itu pula telah menjadi bahan-bahan perdagangan,
rendah dan tiada nilai..

Banyak sudah yang bernyanyi,
lagu-laguan cinta kiri dan kanan,
terurai dengan berbagai macam dugaan,
mengasyikan dan melenakan,
seiring dengan lantunan penyair sumbang,
berteriak-teriak kiri dan kanan,
sekeliling kita pun terpesona kepiawaian,
lalu tenggelam dalam rona langgam dawai petikkan,
tersenyumlah ia dengan kegembiraan kecukupan,
tanpa mau lagi berjuang,
untuk mendapatkan cahaya syahidan.

Syakwa sangka bertebaran dipinggiran jalan-jalan,
Duhai para musafir kehakikian,
kalian terpinggirkan sudah,
berada di bilik-bilik kepasrahan,
menyaksikan mereka yang berkubang dengan air kemunafikan,
dan berharap agar As Sultan memberikan ampunannya.

Diam menjadi hamparan si faqir kehakikian,
tanpa suara dan wajah yang di senandungkan,
mereka tinggal seberapa itu,
tak seberapa bagi sesiapapun itu,
hanyalah bayangan yang tertangkap mata-mata melata,
hasrat tumpang tindih bertumpuk-tumpuk,
dari yang kasar hingga yang paling halus sutra kaisar,
praduga maupun prasangka yang terbungkus,
bagai hadiah indah pemberian As Sultan.

Hingga sekarang,
pengakuan-pengakuan yang memuakkan,
terlontar dari mulut-mulut yang tidak terhiaskan adab Al Mustafa,
akhir zaman yang penuh koyakan-koyakan mushaf,
tidak ada lagi mutiara yang tersimpan dalam kerang-kerang kedalaman,
kembali kepada kunci keagungan,
yang hanya tinggal dua di satukan,
untuk dapat menyelami,
luas dan dalamnya lautan cinta dan kehambaan.

Diam,
dalam kemegahan atas semua kemegahan,
dalam keagungan atas semua keagungan.
diam yang tiada dapat di artikan,
jauh di luar apa-apa yang terdzikirkan,
melampaui dan meninggalkan segala alam penciptaan,
di luar huruf, kata dan bahasa,
yang hanya di ciptakan.

Wujud harapan kita..

Setiap harapan apapun kepada sesuatu yang belum tentu di anugerahkan Nya kepada kita adalah bentuk dari kebodohan kita, dan dalam sekejap kita telah lupa atas apa yang telah di anugerahkan Nya kepada kita sampai dengan saat ini, di saat yang sama kita juga mengingat Nya, bagaimana mungkin kita yang hamba hina dina ini dapat melupakan dan mengingat Nya dalam saat yang bersamaan ?

Berjalanlah dengan apa yang telah di anugerahkan Nya, terimalah semua bentuk keadaan dan kembalikan lagi semua urusan itu kepada Nya, agar kita terselamatkan oleh Rahmat Nya, tidakkah cukup bagi kita anugerah ampunan Nya, dapat mengingat Nya, juga dapat berkemampuan menerima kebenaran Nya yang haq dalam bentuk dan macam ragam nya ?.

Sungguh, kita semua hanya bisa menduga-duga, sesungguhnya bukan pada apa yang ada dan tampak di sepanjang perjalanan dalam kehidupan ini, namun kita sendirilah yang seharusnya bersama Nya aja tidak bersama selain Nya, kita lah yang sering lupa akan tujuan dan sering pula berprasangka bahwa Al Mawla telah mengangkat derajat kita dengan apa yang Dia berikan kepada kita. Dan melihat hal tersebut sebagai suatu yang dapat menjadikan kedekatan dengan Nya.


Dia lah segala-galanya, tidak ada yang lain selain Dia yang melebihi semua huruf juga kata-kata..