Sabtu, Agustus 14, 2010

Duhai apa yang tersaksikan..

Telah lama apa yang menjadi intisari,
yaitu adab yang telah menjadi usang,
kebanyakkan telah memperbudak,
atau diperbudak oleh segala sesuatu,
yang dianggap sebagai jawaban.

Segalanya menjadi terbuka dan tampak,
beduk telah di pukul berkali-kali,
menghasilkan suaranya yang khas kala dulu,
namun tidak pada hakikatnya,
ia hanyalah tinggal sisa peninggalan saja,
bukan sesuatu yang dapat membangunkan,
hati-hati yang tertidur dan lalai.

Keindahan singgasana para raja,
telah menjadi cemoohan dan gurauan belaka,
hanya olok-olok permainan yang seperti tidak habis,
walaupun terlihat sudah begitu lusuh dan koyak,
menyedihkan..

Adapula yang bermajelis dengan alam khayal,
ujian-ujian dianggap pemberian yang teramat besar,
dengan itu pula telah menjadi bahan-bahan perdagangan,
rendah dan tiada nilai..

Banyak sudah yang bernyanyi,
lagu-laguan cinta kiri dan kanan,
terurai dengan berbagai macam dugaan,
mengasyikan dan melenakan,
seiring dengan lantunan penyair sumbang,
berteriak-teriak kiri dan kanan,
sekeliling kita pun terpesona kepiawaian,
lalu tenggelam dalam rona langgam dawai petikkan,
tersenyumlah ia dengan kegembiraan kecukupan,
tanpa mau lagi berjuang,
untuk mendapatkan cahaya syahidan.

Syakwa sangka bertebaran dipinggiran jalan-jalan,
Duhai para musafir kehakikian,
kalian terpinggirkan sudah,
berada di bilik-bilik kepasrahan,
menyaksikan mereka yang berkubang dengan air kemunafikan,
dan berharap agar As Sultan memberikan ampunannya.

Diam menjadi hamparan si faqir kehakikian,
tanpa suara dan wajah yang di senandungkan,
mereka tinggal seberapa itu,
tak seberapa bagi sesiapapun itu,
hanyalah bayangan yang tertangkap mata-mata melata,
hasrat tumpang tindih bertumpuk-tumpuk,
dari yang kasar hingga yang paling halus sutra kaisar,
praduga maupun prasangka yang terbungkus,
bagai hadiah indah pemberian As Sultan.

Hingga sekarang,
pengakuan-pengakuan yang memuakkan,
terlontar dari mulut-mulut yang tidak terhiaskan adab Al Mustafa,
akhir zaman yang penuh koyakan-koyakan mushaf,
tidak ada lagi mutiara yang tersimpan dalam kerang-kerang kedalaman,
kembali kepada kunci keagungan,
yang hanya tinggal dua di satukan,
untuk dapat menyelami,
luas dan dalamnya lautan cinta dan kehambaan.

Diam,
dalam kemegahan atas semua kemegahan,
dalam keagungan atas semua keagungan.
diam yang tiada dapat di artikan,
jauh di luar apa-apa yang terdzikirkan,
melampaui dan meninggalkan segala alam penciptaan,
di luar huruf, kata dan bahasa,
yang hanya di ciptakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar