Rabu, September 01, 2010

Biarkan saja terjadi..

Kemarin yang nyata,
seperti ada di genggaman,
untuk kemudian pergi dengan sendirinya,
masa depan adalah sekarang,
bukan pada apa yang tidak dapat diketahui ..

Seperti kemarin,
hanya sekilas,
untuk kemudian pergi,
ia tidak meminta atau mengatakan apa-apa,
hanya meninggalkan manisnya madu,
hadiah pemberian Maha Raja ..

Enggan bertanya mengapa,
atau jawaban atas mengapa dan bagaimana,
biarkan saja terjadi,
apa khabarmu duhai pembawa madu .. هو 

---
Ramadhan ke 22, 1431 H.
sehari menjelang 40.

Biarkan

Biarkan,
dari Dia dan bagi Dia,
menjadi keanehan,
juga keheranan,
bukan dari kita dan bagi kita,
tetapi Dia,
yang telah jatuh cinta,
bahkan sebelum adanya waktu,
هو الحب,
هو ..

Selasa, Agustus 31, 2010

Seberapa rela kah kita ?


Banyak yang mencari keteduhan bagi jiwanya,
yang dianggapnya begitu,
untuk kemudian ada kata-kata belahan jiwa,
yang terpisah darinya,
menjadikan angan-angan terpatri begitu,
bagai nyata yang sepertinya patut dicari dan diperjuangkan. 

Kalaupun kita dapat bertanya,
"hendak kemanakah kita ini ? atas semua yang terjadi pada diri ini"
dan apabila kita dapat menjawab,
sudah tentu dengan mantap kita akan menjawab, "Allah !"

Jika memang itu tujuan kita,
maka segala sesuatu yang terjadi pada kita,
yang dihadapi dengan semua rasa dan fikiran itu,
adalah bersifat bathil dan akan lenyap pada waktu Nya,
berganti-gantian,
bagai malam dan siang,
sebagaimana itu tidak ada pada awalnya,
maka secepat itu pula dapat menjadi tidak ada,
pada waktu Nya.

Sesungguhnya Allah ta'ala akan terus menguji kita,
dengan setiap pengakuan dan pernyataan kita sendiri kepada Nya,
dengan apa yang (menurut kita) baik,
maka belum tentu itu baik untuk kita,
begitu pula berlaku pada hal yang (menurut kita) buruk,
seakan Dia berkata, "hadapkan wajahmu itu hanya kepada Ku !, apapun keadaanmu."

Dia menguji kesungguhan kita,
dengan apa yang dinamakan dengan cinta,
seperti anak panah yang melesat dan menancap tepat di dada kita,
dalam pada itu,
ada ketidak berdayaan dan penyerahan,
kembali lagi kepada Nya,
karena memang itu adalah milik dan ciptaan Nya,
dan hanya dari Nya sekaligus bagi Nya semata,
memang bukan untuk selain Nya.

Seberapa rela kah kita menukarkan sesuatu itu,
yang bersifat kesementaraan dan penciptaan,
dengan keabadian mutlak Nya ?,
seperti apa yang telah dikisahkan dan terjadi,
pada junjungan kita Al Mustafa sang Sultan Makkah dan Madinah,
tambatan cintanya Khadijah,
kembali pulang kepada Sang Penguasa Kerajaan Baqa dan Qurbah,
kepedihan dan keperihannya,
terpisahkan jarak yang tidak dapat dijangkau oleh akalnya,
karena pengorbanan dan kerelaannya atas hal itu,
Al Mustafa pun berjumpa dengan jarak sejengkal,
bersama dengan Dzat sumber atas semua cinta,
dambaan serta tambatan keabadian,
di atas seluruh kenikmatan Surga yang disediakan Nya,
alam kedekatan Nya,
kekasih sesungguhnya yang saling bertatapan.

Seberapa malunya kah kita yang terus berjuang,
hanya untuk sebuah kesementaraan,
dan rela menukarkannya dengan keabadian Nya ?,
lihatlah dan tengoklah jiwa kita,
bagai orang yang thowaf di sekeliling rumah Nya,
ia dapat melihat dan mengira telah mendekat,
ternyata dengan jarak kejauhannya sendiri..

---
Ramadhan ke 21, 1431 H.
Bagi siapa saja yang mau menyingkirkan selain Nya dari Istana (hati) Nya,
dengan bersama Nya dan hanya untuk Nya.

Senin, Agustus 30, 2010

Kasih sayang yang telah kalah..

Terikat dan terpaksa berteriak,
sesuatu telah memotong nadi ini,
terluka dan mengeluarkan darah madu yang membanjiri hati..

Hanya dapat menyaksikan,
tanpa bisa melakukan apa-apa,
tidak ada tanya maupun jawaban,
juga prasangka atau angan-angan,
bahkan kegembiraan dan kesedihan,
seperti telah bercampur dan melarut,
menjadi suara kebisuan..

Kasih sayang yang telah kalah,
oleh kehendak sang Maha Raja,
sang Penguasa Cinta..

هو

---
Ramadhan ke 20, 1431 H

Dibeungkeut ku tali Duriat..

Dina hate kuring anjeun cicing,
Dina hate anjeun kuring cicing,
Bener-bener henteu bisa ngejat,
Dibeungkeut ku tali duriat..

Sanajan loba nu daratang,
Pating kuriling neangan lawang,
Pating kaletrok kana panto hate,
Tapi ku urang teu dipalire..

Duriat teu bisa digantian ku rupa,
Duriat teu bisa dihilian ku harta,
Duriat teu bisa di aya-aya,
Duriat datang na heunteu kapaksa..

Dikotretkeun dina hate tidituNa,
Diguratkeun dina rasa tidituNa,
Dibuka di baca ku urang duaan,
Di jaga di riksa pinuh rasa ka heman.

---
Ramadhan ke 20, 1431 H.

Kamis, Agustus 26, 2010

هوالحب هو


Apa kabar Mu, wahai yang paling didambakan ?
sudah tak mampu berkata-kata,
kecuali dengan kekaguman,
yang membuat akal bisu,
namun juga membuat merdeka,
atas semua yang semu,
dan tersipu malu,
ketika Engkau membuka tirai Mu.

Tersingkap wajah cantik Mu itu,
menghilangkan semua wujud,
dengan kemuliaan Mu,
seluruh tubuh hanya dapat berucap .. يا هو

Maka penantian panjang dalam kekinian,
menghilang bagai uap yang menyatu diudara,
sabar telah bersembunyi di balik hati,
cukuplah wahai keindahan mata,
cukuplah itu .. يا هو و يا هو

Semua pengetahuan dan ucapan,
dalam ramai dan diam,
hanyalah .. لا هو إلا هو

Sekarang cukuplah itu,
segalanya bagi mata,
juga bagi kumpulan huruf dan kata-kata .. هو

Selasa, Agustus 24, 2010

Tidak ada cinta tanpa kecuali, hanya bagi Nya dan dari Nya..

Tidak ada cinta kecuali hanya cinta bagi Nya, dari Nya dan untuk Nya saja,
Dia hanya bertanya, "dimanakah pengorbanan mu atas setiap pengakuan dan pernyataan mu itu ?",
tidak ada cinta itu kecuali dengan pengorbanan atas semua yang di cintai,
sungguh aneh meminta-minta dan mengiba cinta,
wajah menghadap kepada kesementaraan,
pengakuan berkata cinta karena Nya,
tidak ada karena Nya kalau bukan bagi Nya dan untuk Nya semata,
tidak mengherankan pada kenyataan Nya,
Dia membiarkan mu tenggelam dalam lautan angan-angan,
dengan dalih ayat-ayat Nya sebagai penawar dahaga,
racun air lautan yang di minum berkali-kali,
semakin dahaga yang teramat dalam,
semakin sulit hanya untuk sebuah nafas setarikan,
kebingungan menjadi mutiara keseharian,
yang menyiksa seperti tidak berkesudahan.

 "..jika memang Allah dan Rasul Nya lebih engkau cintai, pakailah bala' (ujian/cobaan) sebagai pakaian mu dan kefakiran sebagai jubahmu" - HR Bukhari/Muslim

Minggu, Agustus 22, 2010

Dimanakah kerelaan itu ?

Dimanakah kerelaan itu ?,
majelis-majelis yang diluluh lantakkan oleh kerajaan Al Qahar,
bersimbah banjir air mata kegundahan,
ketidak relaan yang rela terhadap perbudakkan majelis rapuh,
seseorang kelana yang menghentikan langkahnya,
karena majelis amalnya menangis mengiba,
untuk tidak ditinggalkannya.

Dimanakah kerelaan itu ?
hanyalah debu-debu sisa pijakan,
panggilan untuk kembali pulang,
sang Kekasih menunggu dan hanya menunggu..

Asap hina yang bangga..

apa yang dibanggakan ?,
berapa kali kita berkata "cukup" ?,
akal bagaikan Raja bertahtakan singgasana,
lalu kata-kata juga huruf bagai rakyatnya,
ilmu pengetahuan terangkai dan tersimpul dari bagiannya,
mengurai segala sesuatu menjadi sesuatu yang bercabang-cabang,
ranting-ranting yang meninggi,
seperti juga akar yang merasuk terus dikedalaman,
ketika itu semua bertemu dengan ke Maha an,
lenyap bagai asap hina yang tiada kuasa tertiup oleh angin,
asap hina yang bangga dengan kata "cukup",
sisa pembakaran demi pembakaran,
agar mendapatkan bentuk yang teguh,
dengan keindahan tatapan keabadian.

Kamis, Agustus 19, 2010

Teramat malu..

Kasihanilah diri, curigailah ia.
dalam setiap keadaan selalu ada kesempatannya,
adalah waktu Nya yang tak berbilang,
walau sekilas ia menjulang,
adalah hamparan anugerah tak terkatakan.

Wahai para pendamba,
diantara waktu dalam keadaan itu,
menjadi hilang berlari berpaling muka,
secepat mata yang berkedip seharusnya malu,
yang teramat malu.

Tidak akan ditemukan cinta yang didambakan,
kecuali berkubang dalam angan-angan,
hanya permainan perkataan atas pikiran,
tak kentara berselimutkan keindahan,
terpenjara hasrat dengan penjaga kemunafikan,
benamkanlah dibawah telapak kaki pijakkan,
akan engkau temukan keabadian tanpa keindahan kepalsuan..

Rabu, Agustus 18, 2010

Sekilat wajah pertemuan..

Adakah kepedulian bagi para tawanan,
kasur empuk maupun angin kesejukkan,
selimut hangat maupun air setegukkan,
tetaplah ia adalah tawanan,
kepeduliannya hanyalah kepada Sang Sultan.

Ayunan pancungan pada kepala,
tidak ia mengerti sama sekali,
kebanggaan hanyalah sekedar sebutan,
ketika pancungan tersaksikan,
dan disaksikan Sang Sultan,
saling mengenal walau hanya sekilatan pancungan,
pada dirinya adalah ketidak berdayaan,
yang tersembahkan,
ada luasnya mutlak kekuasaan,
yang dikenalkan,
walau hanya dalam sekilat wajah pertemuan.

Selasa, Agustus 17, 2010

معه..

Mereka yang merdeka yang terpenjara, 
bukanlah mereka yang terpenjara dengan merdeka, 
adalah tawanan dengan mata tetap terbuka,
akan kedatangan Sang Sultan Penguasa. 

Tiada lantunan merdu beriringan, 
sambutan lirih kerinduan berdiri bersamaan, 
meratap dalam bilik-bilik penyerahan. 

Ratapan tawanan penjara, 
tanpa mahkota mempesona, 
tanpa jubah megah nan merona, 
tanpa singgasana para raja.

Sabtu, Agustus 14, 2010

Duhai apa yang tersaksikan..

Telah lama apa yang menjadi intisari,
yaitu adab yang telah menjadi usang,
kebanyakkan telah memperbudak,
atau diperbudak oleh segala sesuatu,
yang dianggap sebagai jawaban.

Segalanya menjadi terbuka dan tampak,
beduk telah di pukul berkali-kali,
menghasilkan suaranya yang khas kala dulu,
namun tidak pada hakikatnya,
ia hanyalah tinggal sisa peninggalan saja,
bukan sesuatu yang dapat membangunkan,
hati-hati yang tertidur dan lalai.

Keindahan singgasana para raja,
telah menjadi cemoohan dan gurauan belaka,
hanya olok-olok permainan yang seperti tidak habis,
walaupun terlihat sudah begitu lusuh dan koyak,
menyedihkan..

Adapula yang bermajelis dengan alam khayal,
ujian-ujian dianggap pemberian yang teramat besar,
dengan itu pula telah menjadi bahan-bahan perdagangan,
rendah dan tiada nilai..

Banyak sudah yang bernyanyi,
lagu-laguan cinta kiri dan kanan,
terurai dengan berbagai macam dugaan,
mengasyikan dan melenakan,
seiring dengan lantunan penyair sumbang,
berteriak-teriak kiri dan kanan,
sekeliling kita pun terpesona kepiawaian,
lalu tenggelam dalam rona langgam dawai petikkan,
tersenyumlah ia dengan kegembiraan kecukupan,
tanpa mau lagi berjuang,
untuk mendapatkan cahaya syahidan.

Syakwa sangka bertebaran dipinggiran jalan-jalan,
Duhai para musafir kehakikian,
kalian terpinggirkan sudah,
berada di bilik-bilik kepasrahan,
menyaksikan mereka yang berkubang dengan air kemunafikan,
dan berharap agar As Sultan memberikan ampunannya.

Diam menjadi hamparan si faqir kehakikian,
tanpa suara dan wajah yang di senandungkan,
mereka tinggal seberapa itu,
tak seberapa bagi sesiapapun itu,
hanyalah bayangan yang tertangkap mata-mata melata,
hasrat tumpang tindih bertumpuk-tumpuk,
dari yang kasar hingga yang paling halus sutra kaisar,
praduga maupun prasangka yang terbungkus,
bagai hadiah indah pemberian As Sultan.

Hingga sekarang,
pengakuan-pengakuan yang memuakkan,
terlontar dari mulut-mulut yang tidak terhiaskan adab Al Mustafa,
akhir zaman yang penuh koyakan-koyakan mushaf,
tidak ada lagi mutiara yang tersimpan dalam kerang-kerang kedalaman,
kembali kepada kunci keagungan,
yang hanya tinggal dua di satukan,
untuk dapat menyelami,
luas dan dalamnya lautan cinta dan kehambaan.

Diam,
dalam kemegahan atas semua kemegahan,
dalam keagungan atas semua keagungan.
diam yang tiada dapat di artikan,
jauh di luar apa-apa yang terdzikirkan,
melampaui dan meninggalkan segala alam penciptaan,
di luar huruf, kata dan bahasa,
yang hanya di ciptakan.

Wujud harapan kita..

Setiap harapan apapun kepada sesuatu yang belum tentu di anugerahkan Nya kepada kita adalah bentuk dari kebodohan kita, dan dalam sekejap kita telah lupa atas apa yang telah di anugerahkan Nya kepada kita sampai dengan saat ini, di saat yang sama kita juga mengingat Nya, bagaimana mungkin kita yang hamba hina dina ini dapat melupakan dan mengingat Nya dalam saat yang bersamaan ?

Berjalanlah dengan apa yang telah di anugerahkan Nya, terimalah semua bentuk keadaan dan kembalikan lagi semua urusan itu kepada Nya, agar kita terselamatkan oleh Rahmat Nya, tidakkah cukup bagi kita anugerah ampunan Nya, dapat mengingat Nya, juga dapat berkemampuan menerima kebenaran Nya yang haq dalam bentuk dan macam ragam nya ?.

Sungguh, kita semua hanya bisa menduga-duga, sesungguhnya bukan pada apa yang ada dan tampak di sepanjang perjalanan dalam kehidupan ini, namun kita sendirilah yang seharusnya bersama Nya aja tidak bersama selain Nya, kita lah yang sering lupa akan tujuan dan sering pula berprasangka bahwa Al Mawla telah mengangkat derajat kita dengan apa yang Dia berikan kepada kita. Dan melihat hal tersebut sebagai suatu yang dapat menjadikan kedekatan dengan Nya.


Dia lah segala-galanya, tidak ada yang lain selain Dia yang melebihi semua huruf juga kata-kata..

Kamis, Juli 29, 2010

Pekerjaan Syaikh sehari-hari..

"..dapatkah Syaikh menolong ku untuk membersihkan mangkuk makan ku ini ?", tanya Bahlul kepada seorang syaikh yang kebetulan lewat di hadapannya.

Bahlul tersenyum menatap wajah Syaikh itu yang menatapnya, "engkau masih terlihat kuat Bahlul, untuk apa engkau seperti malas seperti itu, bukankah engkau dapat membersihkannya sendiri.", balas Syaikh.

"Bukankah pekerjaan para Syaikh sehari-hari adalah mencuci dan membersihkan wc ?, pastilah dengan keahlian itu, Syaikh akan mencuci dan membersihkan mangkuk makan ku ini lebih bersih di banding diriku sendiri.", timpal Bahlul dengan tersenyum.

Syaikh itu pergi meninggalkan Bahlul tanpa sepatah kata, sementara Bahlul membersihkan mangkuk makannya itu dengan ujung surbannya yang lusuh, "aku heran, mengapa sekarang ini begitu banyak orang ingin menjadi syaikh yang pekerjaan kesehariannya adalah mencuci dan membersihkan wc, padahal setiap harinya aku saja sudah cukup sibuk dengan mencuci dan membersihkan mangkuk makan ku ini."

Senin, Juli 26, 2010

Wahai hamba !, tidak ada kebaikan bagimu sesungguhnya..

Wahai hamba !, tidak ada kebaikan bagimu sesungguhnya, selain engkau hanya mengaku-ngaku atas setiap anugerah yang telah Aku berikan kepadamu, dan tidak ada kebaikan pula bagimu sesungguhnya, kecuali engkau hanya dapat mengira-ngira dan menduga-duga atas waktu dan jarak terhadap Ku.

Bagaimana bisa engkau menginginkan keintiman dan persandingan bersama Ku, sementara engkau menginginkan dan menaruh penuh harapanmu kepada selain Ku, yang merupakan ciptaan Ku. Engkau telah membuat Ku marah dalam kecemburuan, maka Ku buat engkau menjadi gelisah dan terus memikirkan kepada apa yang telah engkau harapankan kepada selain Ku, atau Ku buat kalian merasakan kenikmatan yang seperti tiada putusnya atas harapanmu kepada selain Ku dan engkau semakin jauh dari Ku dengan hijab yang berlapis-lapis, dan setiap lapisnya akan terus bertambah sejauh-jauhnya dengan lapisan tipu daya merasa kedekatan kepada Ku.


Sesungguhnya, engkau hanya bisa mengira-ngira dan menduga-duga, lalu engkau membiarkan nafsu mu bermain dengan perkiraan dan dugaan, engkau mengucapkan Nama Ku dengan harapan agar Aku dapat memenuhi kepuasan nafsu mu ?

Kuberikan engkau kemampuan untuk meminta dan memohon, namun itu pun tidak engkau lihat dan tidak sedikitpun engkau mau bersyukur kepada Ku akan itu, jadilah engkau budak yang diperbudak, bukan oleh Ku namun oleh akal dan nafsu mu sendiri.

Semua bentuk yang engkau sebut sebagai kebaikan maupun kejahilan itu sesungguhnya adalah bala' dari Ku, ujian dari Ku dan Aku sendiri yang akan memberikan penilaian terhadap sikap maupun adab mu akan bala' maupun ujian dari Ku.

Perkataan maupun ucapan mu berbeda, engkau seringkali melemparkan kotoran kepada Ku dengan perkiraan dan dugaan-dugaan, sekalipun Ku berikan engkau jubah dan kemegahan seorang raja, tetap saja engkau hanyalah mahluk yang Ku ciptakan dan hanya untuk Ku sendirian, Aku lah yang menentukan atas setiap penghakiman di setiap hembusan nafas yang engkau lakukan.

Apa ?!, aku kurang jelas mendengarnya..

"Apa ?!, aku kurang jelas mendengarnya.", tanya Bahlul kepada temannya seperti orang yang kurang mendengar dengan jelas. "Semalam, aku telah melakukan ini dan itu hingga subuh hari ini, semoga Allah ta'ala menerima semua amalku.", kata temannya lagi kepada Bahlul dengan agak keras.

"Coba engkau ulangi lagi, aku masih kurang jelas mendengar perkataanmu itu.", balas Bahlul dengan suara agak keras kepada temannya itu.

Temannya mengulangi lagi perkataannya dengan lebih keras dari sebelumnya, tetapi Bahlul malah tetap berperilaku seperti orang yang kurang beres pendengarannya, ia malah mendekatkan kupingnya kepada mulut temannya itu.

Melihat perilaku Bahlul seperti itu, ia menjadi kesal dan marah campur bingung, "sudahlah !, percuma aku mengatakannya, engkau memang pantas di bilang gila !, tingkahmu itu telah membuat ku muak"

Bahlul malah tertawa terpingkal-pingkal sementara temannya semakin bingung melihat tingkahnya, "Nah, apa yang barusan engkau katakan itu, aku mendengarnya dengan amat sangat jelas kawan, muntahkanlah isi muakmu itu, aku bukan hanya mendengar bahkan dapat menampungnya khusus hanya untukmu dan bukan untuk orang lain."

Minggu, Juli 25, 2010

Kitab esensi, gamis dan surban yang lusuh..

Seseorang tetangga Bahlul membawakan sebuah kitab kepada Bahlul. Kitab tersebut dalam bahasa farsi (persia) yang tidak dapat di baca oleh nya karena ia tidak dapat mengerti bahasa farsi, namun ia yakin kitab tersebut yang merupakan peninggalan kakeknya itu berisi tentang ilmu pengetahuan yang dalam dan mengandung pesan-pesan (hikmah) yang bagus. 

"Bahlul, tidak ada yang dapat berbahasa farsi di daerah ini selain dirimu, tolong engkau baca kitab ini, mungkin engkau dapat membacanya dan memberitahukannya kepada ku tentang isi dari kitab ini.", pintanya kepada Balul.

"Apakah sesungguhnya yang ingin engkau ketahui dari kitab itu sahib ?", tanya Bahlul.

"Aku ingin mengetahui esensi dari kitab ini, karena aku yakin pasti banyak hikmah dan pelajaran yang dapat aku ketahui.", jawabnya

Bahlul masuk kembali kedalam rumahnya, untuk kemudian keluar kembali dengan membawa sebuah kitab pula. Tetangganya menunggu dengan kebingungannya sendiri atas kelakuan Bahlul barusan.

"Kalau esensi dari kitab yang sesungguhnya, aku pun sudah memilikinya. Coba engkau ambil kitab ini dan bacalah olehmu", lanjut Bahlul sambil menyerahkan kitab yang ada ditangan Bahlul kepadanya.

Tetangga Bahlul tersebut membuka kitab yang diberikan oleh Bahlul. "Bahlul !, apa-apaan ini !, tidak ada tulisan barang satu pun di dalam kitab mu ini, dasar orang gila !, apakah engkau ingin mempermainkan aku ?!", jawabnya dengan marah dan bingung sambil membuang kitab itu ke tanah.

Bahlul tertawa melihat tingkah tetangganya itu, "jika yang engkau tanyakan dan ingin engkau ketahui adalah esensi, maka engkau sudah menemukannya dalam kitab yang barusan aku berikan kepadamu. pakailah gamisku yang lusuh ini dan juga surbanku yang tak seberapa bagusnya dibanding surbanmu, aku yakin engkau pasti dapat membaca semua kitab yang ada padamu, bahkan yang berbahasa farsi sekalipun dan engkau pasti akan lebih membutuhkan kitab ku tadi dibanding kitab yang lainnya."





Sabtu, Juli 24, 2010

"Maneh kudu lewih hina ti bangke anjing !"

Akan sulit mengakui kehambaan jika kita masih saja merasa mulia, sombong, ujub, merasa telah berbuat banyak amal kebaikan, merasa telah mendapatkan karunia pengetahuan Nya, merasa lebih mengetahui tentang Nya, merasa lebih bijak daripada orang lain, merasa telah mengetahui Nya dengan segala sifat-sifat Nya, dsb.

Jangan pikirkan apakah bermanfaat atau tidak dalam berbuat suatu kebaikan. Lakukanlah dengan keyakinan yang teguh, lakukanlah bersama Nya dan bagi Nya saja, bukan dengan dan bagi diri kita yang hina dina.

Kita tidak akan bisa melakukan apapun tanpa Izin dan Kehendak Nya, tidak akan bisa dan mampu serta mengerti seperti sekarang kalau bukan semua itu adalah merupakan karunia Nya, merupakan pemberian Nya.

Berhati-hatilah, Al Haq Azza Wa Jalla mengetahui setiap niat dan hal apapun yang terbesit dalam diri dan jiwa setiap mahluk Nya.

Ketika itu terjadi, mohon ampunlah kepada Nya, karena kita dalam hitungan detik telah melakukan sebuah dosa Syirik Kahfi ( Syirik Tersembunyi ) yang semakin lama membesar sehingga cukuplah ia disebut sebagai dosa Syirik Akbar ( Syirik Besar ). Dan dapat pula dikatakan, bahwa kita telah tidak memiliki Adab sama sekali dihadapan Penguasa diri dan jiwa setiap mahluk diseluruh Alam Jagat Semesta ini.

Bukankah yang terlaknat Iblis terusir dan terhukum karena "merasa" ?!,renungkan wahai sahabat, sebelum semuanya terlambat. Karena itu, rasa hina dina, apakah karena diakibatkan oleh kemaksiatan atau seseorang mampu menjaga rasa hina dina di hadapan Allah Ta’ala, adalah kunci terbukanya pintu-pintu hijab Allah Ta’ala, karena kesadaran seperti itu, membuat seseorang lebih mudah fana’ (hancur) dan mengetahui siapa sesungguhnya dirinya sendiri di hadapan Nya.

Hinakanlah dirimu dihadapan Nya, bahwa engkau hanyalah seorang hamba (budak/abdi) yang tidak memiliki sesuatu apapun bahkan hingga pengetahuan tentang Nya sekalipun, bahwa engkau berawal dari tidak ada dan akan kembali kepada Nya dengan kehendak dan kekuasaan Nya dengan segala ke Maha an Nya. Menyitir sebuah pesan dari Almarhum Guru Al Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah Suryalaya, As Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra kepada murid-muridnya :

"Maneh kudu lewih hina ti bangke anjing !" ( Kamu harus lebih hina dari bangkai anjing ).

Memanglah demikian, celoteh maupun perkataan yang terlihat seperti menghina dan sederhana namun kaya akan makna dan nasihat bagi setiap diri dan jiwa yang meniti perjalan ruhaniah menuju Ridho, Cinta dan Ma'rifat kepada Allah Al Haq Azza Wa Jalla.

Nah, apakah sampai dengan hari ini, jam ini, detik ini, saat ini, kita semua masih suka "merasa" ??

Kamis, Juli 22, 2010

Dahulukan Adab mu sebelum beramal..

Adab menurut arti bahasa adalah kesopanan, tingkah laku yang pantas, tingkah laku yang baik, kehalusan budi dan tata susila. Adab juga bisa berarti pengajaran dan pendidikan yang baik sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Sesungguhnya Allah ‘azawajalla telah mendidikku dengan adab yang baik (dan jadilah pendidikan adab ku istimewa)” (HR. Ibnu Mas’ud)

Prof. Dr. Jamaan Nur dalam bukunya “Tasawuf dan Tarekat Naqasyabandiyah Pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya” memberikan pengertian adab dalam Islam sebagai tata cara yang baik atau etika dalam melaksanakan suatu pekerjaan, baik ibadat maupun muamalat. Karena itu ulama menggariskan adab-adab tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan atau melakukan kegiatan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan al-Hadist. Adab-adab tertentu itu misalnya adalah adab memberi salam, adab minta izin memasuki sebuah rumah, adab berjabat tangan, adab hendak tidur, adab bangun tidur, adab duduk, berbaring dan berjalan, adab bersin dan menguap, adab makan dan minum, adab masuk kakus (WC), adab mandi wudhu’, adab sebelum dan ketika melakukan shalat, adab imam dan makmum, adab menuju mesjid, adab Jum’at, adab puasa, adab berkumpul, adab berguru, adab bermursyid, adab berikhwan dan lain-lain.

Imam al-Ghazali mengatakan adab adalah melatih diri secara zahir dan bathin untuk mencapai kesucian untuk menjadi sufi. Menurut al-Ghazali ada 2 (dua) tingkatan adab :
  1. Adab khidmat, yaitu fana dari memandang ibadatnya dan memandang ibadat yang diperbuatnya dapat terlaksana semata-mata berkat izin dan anugerah Allah SWT kepadanya.
  2. Adab Ahli Hadratul Uluhiyah, yaitu adab orang yang sudah dekat dengan Allah. Adab mereka ini dilakukan sepenuhnya mengikuti adab Rasulullah SAW lahir dan bathin.
Abu Nasr As Sarraj At Tusi mengadakan ada tiga tingkatan manusia dalam melaksanakan adab yaitu :
  1. Adab dunia. Adab mereka pada umumnya adalah kemahiran berbicara, menghapal ilmu pengetahuan dan membuat syair-syair arab.
  2. Adab Ahli Agama adalah melatih mental dan anggota, memelihara aturan hukum agama dan meninggalkan syahwat.
  3. Adab Ahli Khususiah (Adab orang sufi Thariqat yang telah mencapai tingkatan tertentu). Adab mereka pada umumnya adalah membersihkan hati (qalb), memelihara waktu, sedikit saja menuruti suara hati sendiri, amat beradab ketika meminta, ingat kepada Allah SWT sepanjang waktu dan selalu berdaya upaya agar dekat kepada Allah SWT (Maqam Qurb)

Berdasarkan uraian di atas adab merupakan hal yang sangat pokok di dalam menjalani kehidupan di dunia khusunya di dalam tasawuf. Tharekat Naqsyabandi menempatkan adab menjadi sesuatu yang amat penting sehingga dimasukkan ke dalam kurikulumnya yang kita kenal dengan Enam Rukun Thareqat Naqsyabandiyah yaitu : Ilmu, Adab, Sabar Ridha, Iklas dan Akhlak.

Didalam ajaran tasawuf, adab kepada guru Mursyid adalah sesuatu yang utama dan pokok, karena hampir seluruh pengajaran tasawuf itu berisi tantang pembinaan akhlak manusia menjadi akhlak yang baik, menjadi akhlak yang mulia sebagaimana akhlak Rasulullah SAW. Seorang murid harus selalu bisa memposisikan (merendahkan) diri di depan Guru, harus bisa melayani Guru nya dengan sebaik-baiknya.

Abu yazid al-Bisthami terkenal dengan ketinggian hadapnya. Setiap hari selama bertahun-tahun Beliau menjadi khadam (pelayan) melayani gurunya sekaligus mendengarkan nasehat-nasehat yang diberikan gurunya. Suatu hari Guru nya menyuruh Abu Yazid membuang sampah ke jendela.

“Buang sampah ini ke jendela”,

dengan bingung Abu Yazid berkata, “Jendela yang mana guru?”

“Bertahun-tahun engkau bersamaku, tidak kah engkau tahu kalau di belakangmu itu ada jendela”

Abu Yazid menjawab, “Guru, bagaimana aku bisa melihat jendela, setiap hari pandanganku hanya kepada mu semata, tidak ada lain yang kulihat”.

Begitulah adab syekh Abu Yazid Al-Bisthami kepada gurunya, bertahun-tahun Beliau tidak pernah memalingkan pandangan dari Guru nya, siang malam yang di ingat hanyalah gurunya, lalu bagaimana dengan kita yang selalu dengan bangga menyebut diri sebagai murid seorang Saidi Syekh?

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita Abu Yazid. Kalau Abu Yazid tidak pernah memalingkan pandangan dari guru nya, kalau kita jauh panggang dari api, ketika Guru sedang memberikan fatwa masih sempat ber-SMS ria, masih sempat bermain game (kalau ponselnya punya game), masih sempat ketawa ketiwi. Kalau Abu Yazid tidak pernah tahu dimana letak jendela, kalau kita malah bisa tahu berapa jumlah jendela dirumah Guru sekalian warna gordennya, mungkin juga kita tahu jumlah pot bunga di ruangannya.

Kita bukanlah Syekh Abu Yazid, atau bukan juga Syekh Burhanuddin Ulakan yang mau masuk kedalam WC (Septictank) mengambil cicin gurunya (Syekh Abdura’auf as-Singkily/Syiah Kuala) yang jatuh saat buang hajat, kita bukan juga Imam al-Ghazali yang mau membersihkan kotoran gurunya dengan memakai jenggotnya, kita bukan juga Sunan Kalijaga yang dengan sabar menjaga tongkat guru nya dalam waktu yang sangat lama. Kita juga bukan Syekh Abdul Wahab Rokan yang selalu membersihkan WC guru nya (syekh Sulaiman Zuhdi q.s) dengan memakai tangannya.

Kita bukanlah Beliau-beliau yang sangat mulia itu yang selalu merendahkan dirinya dengan serendah-rendahnya dihadapan gurunya. Kita bukan mereka, tapi paling tidak banyak hal yang bisa dijadikan contoh dari kehidupan mereka agar kita berhasil dalam ber guru.

Merendahkan diri dihadapan guru bukanlah tindakan bodoh, akan tetapi merupakan tindakan mulia. Dalam diri guru tersimpan Nur Ala Nurin yang pada hakikatnya terbit dari zat dan fi’il Allah SWT yang merupakan zat yang Maha Positif. Karena Maha Positif maka mendekatinya harus dengan negatif. Kalau kita dekati yang Maha Positif dengan sikap positif maka rohani kita akan ditendang, keluar dari Alam Rabbani.

Disaat kita merendahkan diri dihadapan guru, disaat itu pula Nur Allah mengalir kedalam diri kita lewat guru, saat itulah kita sangat dekat dengan Tuhan, seluruh badan bergetar dan air mata pun tanpa terasa mengalir membasahi pipi. Hilang semua beban-beban yang selama ini memberatkan punggung kita, menyesakkan dada kita, dan yang bersarang dalam otak kita. Ruh kita terasa terbang melayang meninggalkan Alam Jabarut melewati Alam Malakut sambil memberikan salam kepada para malaikat-Nya dan terus menuju ke Alam Rabbani berjumpa dengan SANG PEMILIK BUMI DAN LANGIT. Pengalaman beberapa orang yang berhadapan dengan Guru Mursyid yang Kamil Mukamil Khalis Mukhlisin menceritakan bahwa jiwanya terasa melayang, tenang dan damai, seakan-akan badan tidak berada di bumi, inilah yang disebut fanabillah, seakan-akan disaat itu Tuhan hadir dihadapannya dan seakan-akan telah mengalami apa yang disebut dengan Lailatul Qadar, Wallahu’alam

Rabu, Juli 21, 2010

Menunggu

Menunggu,
adalah bahasa ketidak tahuan,
dalam pada yang itu,
ada ketidak berdayaan.

Tiada lagi yang keinginan,
atas dunia yang terhamparkan,
menjadi bisu segala kesemuan.

Menunggu,
hanyalah kesyukuran,
diatas segala penerimaan,
atas segala kesyukuran.

Alam ini hanyalah mimpi tanpa ketiduran,
terlepas segala yang dalam jiwa rentan,
bersama-sama kekinian dan kehakikian.

Menunggu,
tersenyum dan tangisan menyatu,
tak terlukiskan,
tak tergambarkan.
tak terucapkan,
duduk dengan begitu,
saling berpandangan,
dalam penantian..

Sebuah tamparan yang dapat menyembuhkan..

Pagi itu, Bahlul bersama keledainya pergi menuju pasar kota Baghdad. Pada saat pertengahan perjalanan ia bertemu dengan seorang pedagang keledai, dan si pedagang itu menahan Bahlul untuk melihat keledai Bahlul yang disangkanya akan dijual oleh Bahlul.

"Assalammu'alaykum sahib, kulihat engkau akan menuju kepasar dan akan menjual keledai ini.", sapanya kepada Bahlul.

"Wa alaykum salam, apakah anda tertarik dengan keledai aku ini tuan ?", balas Bahlul kepada si pedagang.

"Tentu, dari kejauhan saya sudah tertarik sekali melihatnya, ia begitu bagus dan kuat, hingga hati saya menjadi gembira melihatnya sekarang.", jawab si pedagang.

Bahlul tersenyum mendengar tutur kata si pedagang, ia melanjutkan,"Keledai ku ini tidak seberapa bagus dibandingkan dengan keledai yang ada di belakang tuan. coba tuan tengok dan lihat keledai itu."

Si pedagang dengan cepat menengok kebelakang, dan tidak mendapatkan keledai yang di maksudkan oleh Bahlul. Ia menengok kesana dan kemari, mencari keledai yang di maksudkan oleh Balul namun tidak juga ditemukan.

"Di mana keledai yang engkau maksud itu ?, saya tidak dapat melihat dan menemukannya.", ujar si pedagang dengan bingung.

Seketika Bahlul menampar muka si pedagang dan berkata, "Dasar pendusta dan peselingkuh !, tadi engkau mengatakan jatuh hati kepada keledai ini, seketika itu juga engkau berpaling kepada yang lain walaupun itu hanya sekedar dari perkataan saja."

Si pedagang bertambah bingung dengan hal tersebut, tamparan dan perkataan Bahlul benar-benar telah masuk kedalam fikirannya. Seketika itu juga, dalam keadaan yang gundah dan bingung, ia berlari meninggalkan Bahlul sambil berteriak-teriak,"Oh Tuhan, aku adalah penipu !, aku adalah penipu !.."

Bahlul dan keledainya meneruskan perjalanan, ia berbicara sendiri kepada keladainya itu, "coba engkau lihat kawan, bagaimana sebuah tamparan dapat menyembuhkan penyakit, dan coba engkau juga renungkan, bagaimana sebuah tamparan Tuhan kepada orang itu tadi."

Senin, Juli 19, 2010

Bagaimana mungkin kami mengotori anugerah atau karunia Allah ini ?

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, Bahlul beserta rombongan kawan-kawannya menemukan sebuah oase yang tampak sejuk. Mereka berniat untuk rehat sejenak di sana, sudah dapat dipastikan, hal pertama yang mereka inginkan adalah air untuk melepaskan dahaga mereka.

"Wahai sahib, lihatlah !.. Allah ta'ala telah menjawab keinginan kita dengan anugerah Nya", sambut salah satu kawan Bahlul ketika melihat ada kubangan air yang jernih ditengah oase tersebut.

Dengan senangnya mereka menghampiri kubangan air tersebut termasuk Bahlul. Mereka pun segera menciduk dan meminum air kubangan yang jernih dan bersih itu. Satu - dua teguk, Bahlul menyudahi minum air kubangan itu dan pergi menyingkir untuk kemudian duduk dibawah pohon kurma dekat kubangan itu, sementara kawan-kawannya yang lain malah asyik dan bergembira.

"Ini adalah anugerah Allah kepada kita, Alhamdulillah !", teriak mereka dengan senangnya. "Hei Bahlul !, tidakkah engkau juga merasakannya ?!, apakah engkau tidak menikmati ini semua sebagai karunia dari Allah kepada kita ? yang belum tentu orang lain mendapatkannya.", teriak salah satu dari mereka kepada Bahlul.

Bahlul hanya tersenyum mendengar teriakan itu, kemudian dia berkata,"Berhati-hatilah wahai sahib, jangan sampai salah satu dari kalian mengotorinya."

"Bagaimana mungkin kami mengotori anugerah atau karunia Allah ini ?, bukankah kita semua disini bersyukur kepada Nya akan hal ini ?", jawab kawannya itu.

Tidak berapa lama kemudian, salah satu dari mereka masuk kedalam kubangan air itu dan membasahi seluruh tubuhnya. Ia terlihat amat bergembira, sementara kawannya yang lain hanya dapat menyaksikan dan turut serta bergembira dengan tertawa-tawa melihat tingkahnya didalam kubangan air itu.

Setelah selesai, ia pun bangkit dari kubangan air itu, dengan wajah yang berseri-seri ia menghampiri Bahlul, "Lihatlah aku ini Bahlul !, aku telah merasakan sepenuhnya anugerah Allah itu, dan aku akan menceritakannya kepada mu bagaimana rasanya, setelah melepas dahaga untuk kemudian mandi di dalam kubangan itu."

"Baiklah sahib.. nah, sekarang coba engkau dan juga yang lain, lihatlah kepada kubangan air itu, bagaimana tampaknya sekarang", balas Bahlul.

Seperti tersentak dalam sekejap, mereka semua menghampiri dan melihat kubangan air itu, tidak lagi jernih dan bersih seperti pada awal mereka melihatnya. Kubangan air itu tampak kotor dan keruh. Mereka saling pandang satu sama lain, sementara salah satu dari mereka yang tadi mandi didalamnya, hanya dapat mengusap wajahnya berkali-kali untuk mengeringkan sisa air yang terdapat pada wajahnya sambil terus melihat kedalam kubangan air itu.

Bahlul berdiri dari tempat duduknya, ia tertawa melihat keadaan mereka yang hanya bisa diam dan melongo, "Wahai sahib-sahibku, sekarang.. siapakah yang berani merasakan kebodohannya sendiri dan menceritakannya kepadaku dengan gembira ria seperti tadi tentang bagaimana rasanya ?"

Sesungguhnya apa yang engkau lihat ?

Sesungguhnya apa yang engkau lihat ?, lalu setelah itu hawa nafsumu mulai memberikan komentarnya, setelah itu engkau akan pergi meninggalkan dirimu sendiri walau sesaat dan lebih menyelami apa yang kau lihat, pada saat itu pula hawa nafsumu membuka kesempatan bagi syetan untuk memberikan pendapat yang lain atas hal yang pertama tadi, begitulah seterusnya, sesuatu yang tidak engkau sadari.

Ketika semua yang engkau berikan dan yang engkau harapkan dari keperdulian menjadi asap yang membumbung dan hilang melarut dalam udara ?, untuk kemudian engkau menatap keatas dan berharap hal itu menjadi awan indah yang berarak penuh pesona, oh.. sungguh, kau telah terhalangi dari birunya langit yang megah dan membahana, walau hanya sekilas.

Apa yang diberikan sang majikan seperti tidak dilihat, ketika itu si budak malah menginginkan yang lain, yang memang belum diberikan, ketika diberikan "keta'atan", ia malah meminta "kekhusyuan", belum lagi dengan hal yang lainnya, terimalah saja wahai budak !.. dan laksanakan saja apa yang sudah diberikan kepadamu, mengapa begitu sulit untuk bersyukur barang sebentar saja sebagai tanda terima kasihmu kpd sang majikan ?

Tidaklah sama kekecewaan yang bersama Nya dengan kekecewaan atas putusnya harapan keinginan dirimu, amat sangat samarnya antara kedua itu, hingga sulit untuk dibedakan. Sudah terlampau sering ketentuan Nya ditepis dan tidak mau diterima dengan teriakan Nama Nya, adab dan pernyataan yang berbeda.

Wajah pucat pasi, berdiam dengan sunyi, hujan halus berjatuhan menyejukkan bumi, terdengar bagai nyanyian dzikir para malaikat yang menari-nari.. Ketika Engkau tampak, segala kerumitan citra Mu, menjadi teramat sederhana, bahkan cinta dan keridhoan Mu tampak teramat malu untuk datang kepadaku.

Aku tertawa ketika Engkau mengatakan bahwa Engkau bagaimana prasangkaku, bagaimana mungkin aku memiliki prasangka untuk Mu, sedangkan setiap prasangkaku adalah budak, dan Engkau adalah Maha Raja.

Aku mengejar setiap ketinggalanku atas perintah Mu, Engkau malah seperti tersenyum saja melihat itu, kala itu sejenak ku berhenti dan kulihat diriku sendiri yang carut marut dengan prasangkaku sendiri, seorang budak.

Aku seperti akan berlari dan pergi dari Mu, entah kemana saja seiring jiwaku, tetapi aku teringat bahwa aku masih belum bisa memberikan sesuatu yang paling Engkau sukai, agar dengan itu pula Engkau dapat menahanku untuk tidak berlari dan pergi..

Berusaha kuhapus jejak bekas kakiku, dan apapun yang menempel dibawahnya, agar Engkau mau menerima kedatanganku, kali kesekian aku datang dengan harapan bertemu, tetapi Engkau malah melangkah pergi, kulihat Engkau melangkah dikejauhan, akupun berteriak memanggilMu dan berkata,"..alas kakiMu tertinggal disini !"

Masih adakah yang lain?, sudah tak sanggup lagi ku memecah kepada yang lain, adalah kedustaan bagiku, ketika ku berusaha menyenangi Mu dengan membersihkan alas kaki PangeranMu, dalam pada itu aku juga melihat dan menginginkan sesuatu yang bukan bagianku, walaupun itu juga dapat menyenangi Mu.

Ketika Engkau pergi dariku, aku tidak akan memohon kepada Mu untuk kembali, tiada pantas bagiku akan hal itu, aku hanya dapat menunggu Mu di sini, tiada harapanku kecuali terserah bagaimana kemauan Mu.

Maafkanlah dan ampunilah aku, karena aku pernah terpikat eloknya yang lain, aku terpatuk dan tergigit olehnya, racunnya menjalar hingga ke kepalaku, hingga setiap waktu ku teringat akan keelokannya. Namun, dengan itu pula, aku tidak berdaya dan mengiba kepada Mu, racun yang akhirnya mematikan aku berkali-kali, dan Engkau menghidupkan aku kembali berkali-kali untuk kembali kepada kematian yang lain. Setelahnya, kematian menjadi amat sangat sederhana, bukan pula tujuan, karena itu adalah perumpamaan, tidak pula rumit dengan segala persembahan, kalaupun dahaga terus mendulang ketidakpuasan, cukuplah bagiku dengan syukurku dalam wujud mengingat Mu tanpa batas dan keadaan. Keperdulianku tak akan pernah sama dengan keperdulian Mu, bagi Mu ketidak perdulian, bagiku adalah keperdulian..

Memang begitu, orang bisu duduk makan gula-gula, terlihat orang bagai gila, hanya tersenyum saja. memang begitu, ada duduk, tidur juga berdiri, sungguh manis semanis gula-gula, sesiapa bakal tiada sangka, tak perduli siang dan malam berganti, tak perduli matahari dan rembulan saling iri, tak perduli sesiapa berucap kata mencibiri, tak perduli mata kepala cemburu dan iri, atas apa yang disaksikan oleh hati ini.

Dapatkah engkau lihat wahai kawan?, dalam kemabukkan anggur dari cawan Nya, cinta dapat menjadi dua, bagai air dan minyak yang tak akan pernah bercampuran. Yang ini berkorban untuk setiap pengorbanan, yang itu berkorban untuk setiap ketakutan. Yang ini tak perduli kedekatan atau kejauhan, yang itu tak ada kerelaan atas setiap keadaan. Yang ini menjadi keabadian, yang itu berawal dan berakhir dengan keterpisahan. Yang ini menjadikan muda abadi selalu, yang itu adalah kuburan yang menjadi debu bagi tubuh-tubuh yang indah kala dulu.

Apakah aku berada dihadapan Mu ?, aku tidak pernah tahu, apabila Engkau memang sudi akan hal itu, lindungilah aku dari ujub dan riya yang terlihat dan tidak terlihat akan hal itu.

Orang-orang bernyanyi lagu-laguan Cinta Mu, aku menjadi cemburu, akan kulempari mereka dengan batu Mu, jika saja ada yang lari ataupun marah kepadaku, maka mereka bernyanyi untuk kesenangan diri mereka, sungguh! cemburuku adalah permohonan maafku kepada mereka yang juga permohonan ampunanku kepada Mu untuk mereka, seperti aku melihat seorang isteri yang tidak mau dimadu oleh suaminya..

Aku tertawa sendirian, atas seringkalinya Engkau membodohi dan dibodohkannya aku dengan segala bentuk ujian dan siasat Mu, aku tersenyum-senyum sendirian, ketika kuingat dan kurenungkan bahwa bukankah aku juga mahluk ciptaan Mu yang bertabiat tidak pernah puas ?, maka akupun tidak akan pernah puas kepada Mu untuk hal itu, masih adakah yang lain ?

Kucumbui waktu Mu, sendirian, kukuburkan duka cita jejakku dikedalaman, demi sedikit saja dari Mu, adanya sebuah perhatian, bahwa aku tengah terluka dalam kematian atas penantian.

Ya Rabb.. jangan Engkau samakan aku dengan mereka, jangan pula tempatkan aku dalam barisan pecinta Mu, singkirkan aku dari mereka, apabila ada berkah atas amalanku yang Engkau anggap, berikanlah itu semua kepada mereka, karena aku bukanlah peminta-minta.

Engkau tidak pernah mau menjawab setiap pertanyaanku, ternyata tiadanya jawaban dari Mu merupakan jawaban bagiku, bahwa setiap pertanyaanku adalah hijabku kepada Mu, aku lebih sering memperhatikan pertanyaanku sendiri, dibanding memperhatikan Mu.

Apa yang membuatmu kagum wahai kawan ?, terkagumkan akan sesuatu diluar kemampuan, lukisan indah yang hasil perahan, terlihat bagai susu segar baru saja dituangkan, terkagumkan disetiap regukkan demi regukkan, tidak tahu menjadikan alasan, tertutupi dari sesungguhnya keindahan, berlarilah dari situ wahai kawan, lihatlah dirimu yang masih terjamakkan.

Engkau bermain hati, pada siapa saja yang Engkau kehendaki, agar Engkau diketahui, bahwa Engkau adalah pemilik tunggal setiap hati..

Apa yang kau cari wahai pencari, jika hanya satu yang kau cari, sesungguhnya kau telah mendapatkan apa yang kau cari, adalah pencarian itu sendiri, bukankah apa yang kau cari sesuai dengan prasangkamu wahai pencari.. dan prasangkamu adalah mencari maka akan terjauhi dari yang kau cari.

Hujan Mu tumpah ruah, membasahi tanah, menggeser segala diatasnya, begitulah kesederhaan Mu bersahaja, ketika Engkau tumpah ruah , membasahi asalku atas tanah, segala hal yang kutahu bergeser entah kemana arahnya, dan aku pun tersapu dengan begitu yang bersamaan dengan hujan itu.

Matikan dirimu, hapuslah jejakmu, lepaskan pengetahuanmu, walau sejenak, biarkan Dia berkata.. "datanglah kepada Ku dan sambutlah tangan Ku", untuk kemudian Dia datang padamu tanpa berteriak, menjadikanmu bodoh dalam kebijaksanaan yang terkuak.

Sabtu, Juli 17, 2010

Cermin ku dan Cermin mu..

Pagi itu, Bahlul terburu-buru pergi ke pasar kota Baghdad dengan membawa cermin yang telah dibelinya kemarin.

Sesampainya di pasar, ia langsung menuju pedagang cermin."aku mau menukarkan cermin yang kubeli kemarin", ujar Bahlul kepada si pedagang.

"Lagi ?!.. ini sudah ketiga kalinya engkau menukarkan cermin yang sudah engkau beli dari ku", jawab si pedagang dengan nada kesal campur bingung.

"Bagaimana tidak, setiap kali aku bercermin, selalu saja aku terlihat bodoh dan kusut", timpal Bahlul.

Mendengar itu, si pedagang berangsut berdiri dengan wajah yang menunjukkan kemarahan kepada Bahlul,"Dasar orang gila dan aneh !, memang seperti itulah dirimu itu !"

Bahlul malah berseri-seri melihat perilaku spontan si pedagang, sambil mengangkat cermin yang dibawanya itu, ia mengarahkan cermin itu ke si pedagang ia berkata,"Nah.. coba lihat dirimu pada cermin yang telah kubeli ini, bagaimana menurutmu yang tampak di cermin ini"

Bahlul meletakkan cermin yang telah dibelinya itu dihadapan si pedagang, ia pergi meninggalkan si pedagang yang masih menatap cermin sambil memegang-megang wajahnya, dengan dahi yang berkerut..


Apa yang anda lihat ?, Mohon maaf saya sibuk melihat cermin saya sendiri dan saya tidak punya waktu untuk mengurusi cermin anda.

7 kota/wilayah Nafs dalam diri manusia

GAMBARAN TENTANG NAFS DALAM DIRI MANUSIA
( 7 kota/wilayah Nafs dalam diri manusia )
oleh :
As Syaikh Bahauddin An Naqsyabandi ra
Pendiri dan Al Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah

Beliau, As Syaikh Bahauddin An Naqsyabandi ra - menggambarkan setiap stasiun di dalam diri manusia sebagai kota/wilayah, satu sama lainnya saling menempati.

Bacalah dengan membawa diri kita sebagai pelaku pengembara dalam setiap Kota/Wilayah yang digambarkan, agar kita mendapatkan makna didalamnya untuk diri kita sendiri, sehingga kita dapat mengetahui dimanakah kita sekarang ini berada.


Bagian I - NAFS TIRANI

Bagaikan dalam mimpi, aku tiba pada sebuah kota yang gelap. Kota tersebut sangatlah luas, aku tidak dapat melihat maupun membayangkan batasnya. Kota tersebut dihuni oleh manusia dari berbagai bangsa dan ras. Seluruh perilaku buruk dari setiap mahluk hidup, seluruh dosa, baik yang kuketahui maupun yang tidak berada di sekelilingku.

Apa yang kuamati membawaku pada pemikiran bahwa sejak semula cahaya matahari kebenaran tidak pernah menyinari kota ini. Tidak hanya langit, jalan-jalan, maupun rumah-rumah di kota tersebut berada di dalam gelap gulita, tetapi para penduduknya, yang bagaikan kelelawar, memiliki pikiran dan hati segelap malam.

Sikap amaliah dan perilaku mereka bagaikan anjing liar. Bergumul dan berkelahi satu sama lainnya untuk sesuap makanan, terobsesi oleh nafsu buruk dan amarah, mereka saling menghancurkan dan membunuh.

Kesenangan utama mereka hanyalah bermabuk-mabukkan dan melakukan hubungan seks tanpa membedakan laki-laki dan wanita, isteri dan suami, atau yang lainnya. Berbohong, berbuat curang, bergunjing, memfitnah, dan mencuri adalah tradisi mereka, tanpa sedikitpun perduli terhadap orang lain.

Mereka sama sekali tidak memiliki kesadaran dan rasa takut kepada Tuhan. Banyak di antara mereka menyebut dirinya sebagai Muslim. Bahkan, sebagian dari mereka dianggap sebagai orang bijak seperti para Syaikh, Guru, Cendikiawan dan Penceramah.

Penduduk kota ini memberitahu kepada ku bahwa kota ini bernama "KOTA/WILAYAH AMARAH", kota kebebasan, tempat setiap orang melakukan apa yang mereka sukai.

Aku menanyakan pula siapa nama penguasa kota tersebut. Penduduk kota ini berkata bahwa sang penguasa kota ini bernama "YANG MULIA KEPANDAIAN", ia seorang Astrolog, Ahli Sihir, Insinyur, Ahli Fiqih, Dokter yang memberikan kehidupan pada seseorang yang akan meninggal dunia, seorang Raja terpelajar yang terpandai dan tidak ada duanya di dunia ini, orang-orang Jenius, Profesor, Doktor, Analis, Presiden, Pejabat, dsb.

Para Penasehat dan Menterinya disebut "LOGIKA", para Hakimnya bergantung kepada "HUKUM RASIONALITAS KUNO", para Pelayannya disebut "IMAJINASI DAN KHAYALAN". Seluruh penduduknya sepenuhnya setia kepada penguasanya, tidak hanya menghormati dan menghargainya serta setia kepada pemerintahannya, tetapi juga mencintainya, sebab mereka semua merasakan persamaan sifat, adat istiadat dan perilaku.

Aku pergi menemui sang penguasa "YANG MULIA KEPANDAIAN", dan memberanikan diri untuk bertanya,"bagaimana mungkin para penduduk yang berpengetahuan dari kerajaanmu ini tidak berkelakuan sesuai dengan pengetahuan mereka dan tidak merasa takut terhadap Tuhan ?, bagaimana mungkin tidak seorang pun di kota ini takut terhadap hukuman Tuhan, sementara mereka takut akan hukuman dari mu ?, bagaimana mungkin rakyatmu berperawakan layaknya seorang manusia, namun sifat mereka bagaikan bianatang buas dan liar, dan bahkan lebih buruk lagi ?"

"YANG MULIA KEPANDAIAN" menjawab, "Aku.. seorang yang mampu mengusahakan keuntungan pribadi dari dunia ini, walaupun keuntunganku adalah kerugian bagi mereka, dan itu adalah teladan bagi mereka. Aku memiliki utusan di dalam diri mereka masing-masing. Mereka adalah hamba-hambaku, dan hamba-hamba dari para utusanku yang berada di dalam diri mereka, namun aku juga memiliki seorang guru yang membimbingku, dialah IBLIS.

Bagian II - NAFS YANG PENUH PENYESALAN

Aku yang melalui kota/wilayah NAFS TIRANI memohon kepada sang Raja "YANG MULIA KEPANDAIAN" untuk diizinkan mendatangi sebuah wilayah dengan sebuah istana besar yang berada di tengah kota.

Sang Raja "YANG MULIA KEPANDAIAN" menjawab,"Aku juga berkuasa atas wilayah istana tersebut. Wilayahnya disebut "PENYESALAN".

Di dalam wilayah "PENYESALAN", imajinasi tidak memiliki kekuatan mutlak. Mereka juga melakukan apa yang disebut sebagai dosa. Mereka melakukan perzinaan, mereka memuaskan syahwat/seks mereka, baik dengan laki-laki maupun perempuan, mereka minum khmar/alkohol, mereka berjudi, mencuri, membunuh, bergunjing, dan memfitnah sebagaimana penduduk "NAFS TIRANI", namun sering juga mereka menyadari perbuatan mereka, kemudian mereka menyesal dan bertaubat.

Aku bertemu dengan seorang cedikiawan di wilayah ini, ia menegaskan bahwa mereka berada di bawah kekuasaan "YANG MULIA KEPANDAIAN", namun mereka memiliki administrator-administrato
r sendiri, yang bernama "KEANGKUHAN, KEMUNAFIKAN DAN FANATISME".

Di antara para penduduk banyak yang tampak seakan-akan suci, taat, soleh dan lurus. Aku mendapati mereka dicemari oleh keangkuhan, egoisme, dengki, ambisi, kefanatikan, dan di dalam persahabatan mereka ada ketidak tulusan, yang terbaik dari mereka adalah bahwa mereka berdoa dan berusaha mengikuti perintah Tuhan, karena mereka takut akan hukuman Tuhan dan takut pula akan Neraka.

Setelah menyusuri wilayah itu, aku melihat lagi sebuah wilayah dengan sebuah istana lain lagi, aku bertanya mengenai istana tersebut kepada salah seorang penduduk yang terpelajar. Ia mengatakan bahwa wilayah istana tersebut di kenal sebagai wilayah "CINTA DAN ILHAM". Saya bertanya mengenai siapakah penguasa wilayah tersebut, dikatakannya bahwa penguasanya bernama "YANG MULIA KEARIFAN" yang memiliki seorang wakil yang bernama "CINTA".

Penduduk terpelajar tersebut berkata,"Jika salah satu dari kami memasuki wilayah CINTA DAN ILHAM tersebut, maka kami tidak menerimanya kembali ke kota/wilayah kami. Karena siapapun yang telah pergi dan masuk kesana akan berubah layaknya para penduduk wilayah itu, siapapun akan sepenuhnya terikat pada wakil penguasa wilayah itu, dan siap mengorbankan apapun terhadap seluruh yang mereka miliki, harta kekayaan mereka, keluarga serta anak-anak mereka, bahkan kehidupan mereka. Itu semua demi sang wakil penguasa wilayah itu yang bernama CINTA."

Ia melanjutkan,"Raja kami, YANG MULIA KEPANDAIAN, melihat bahwa sifat-sifat tersebut sama sekali tidak dapat diterima. Ia takut akan pengaruh dari mereka yang memiliki sifat-sifat tersebut, karena baik kesetiaan maupun tindakan mereka tampak tidak logis dan tidak diterima oleh akal sehat."

Sang Raja berujar,"Kami mendengar bahwa penduduk wilayah CINTA DAN ILHAM tersebut menyebut-nyebut nama Tuhan, bersenandung, dan bernyanyi, bahkan di iringi oleh seruling, rebana, dan gendering, dan mereka melakukan hal tersebut hingga kehilangan kesadaran mereka dan masuk ke dalam Ekstase (para darwis/sufi yang bersenandung memuji Tuhan). Maka, para pimpinan Keagamaan dan Teologis kami melihat bahwa hal tersebut tidaklah dapat diterima. Karenanya, tidak satu pun dari mereka yang bahkan bermimpi untuk menginjakkan kaki di wilayah CINTA DAN ILHAM"

Bagian III - NAFS YANG TERILHAMI

Wilayah "CINTA DAN ILHAM" adalah sebuah wilayah yang kompleks, dengan wilayah positif dan negatif. Egoisme dan kemunafikan masih merupakan hal yang sangat berbahaya pada tingkat ini.

Aku memasukinya, dengan semata-mata mengucapkan kalimat "Laa Ilaaha Ilallah - Tiada Tuhan Selain Allah".

Tak lama kemudian, aku menemukan pondokan para darwis/sufi. Di tempat tersebut aku melihat golongan atas dan bawah, kaya dan miskin, seolah-olah satu. Aku melihat mereka saling mencintai dan menghargai, melayani satu sama lain dengan hormat dan santun, dalam keadaan gembira yang tak ada hentinya.

Mereka berbincang-bincang dan bernyanyi, nyanyian dan perkataan mereka memikat hati, indah dan selalu berkenaan dengan Tuhan, alam akhirat, spritualis dan lepas dari segala kecemasan dan penderitaan, bagaikan hidup di alam surga. Aku tidak mendengar atau melihat apapun yang menyerupai perselisihan ataupun pertengkaran, tida ada yang membahayakan ataupun merusak. Tidak ada tipu daya ataupun kedengkian, kecemburuan, maupun gunjingan. Aku tiba-tiba merasakan kedamaian, kenyamanan dan kebahagiaan di tengah-tengah mereka.

Aku melihat seorang tua, kepekaan dan kearifan memancar melalui matanya. Aku tertarik padanya dan kemudian menghampirinya, "Sahabat, aku seorang pengembara yang papa, dan dalam keadaan sakit, yang sedang mencari obat penyakit kegelapan dan kealpaan. Adakah seorang dokter di wilayah ini yang dapat menyembuhkan diriku ini ?". Ia terdiam sejenak, aku menanyakan namanya, ia menyebut namanya sebagai "PETUNJUK". Kemudian ia berkata, "Nama kecilku KEBENARAN, sejak zaman dahulu, tidak satu pun kebohongan keluar dari bibirku, tugas dan wewenangku adalah menunjukkan jalan kepada mereka dengan tulus mencari kebersamaan dengan YANG MAHA TERCINTA."

Sang orang tua tadi kemudian menggambarkan pada ku mengenai wilayah KAUM PENIRU yang berada di dalam wilayah ini. Ia berkata,"inilah wilayah kaum munafik, yang menirukan bentuk luar dari pemujaan dan ajaran spiritual tanpa pemahaman batiniah. Dokter ahli yang engkau cari guna menyembuhkan penyakitmu itu tidak berada di wilayah ini. Tidak pula toko obat yang menyediakan obat untuk penyakit lalai, kegelapan hati, mereka sendiri disini sebenarnya sakit dengan penyakit diri mereka sendiri. Mereka menyebut diri mereka sebagai Kekasih Tuhan, namun hanya menjadi Tuan Peniruan."

"Mereka menyembunyikan tipu daya, sikap munafik, dan kedengkian dengan sangat baik. Walaupun lidah mereka tampak mengucapkan doa-doa dan nama-nama Tuhan, dan engkau kerap menemukan mereka berada di tengah kumpulan para darwis/sufi. Engkau tidak akan menemukan pada mereka obat untuk menyembuhkan penyakit kelalaian dan kealpaan."

Bagian IV - NAFS YANG TENTRAM

(dalam manuskrip beliau - As Syaikh Bahauddin An Naqsyabandi ra menggambarkan Orang Tua yang ditemukan oleh pengembara pada Bagian III - NAFS YANG TERILHAMI adalah bahasa lain dari seorang Syaikh Mursyid/Waliyam Mursyida, yang dinamakan juga sebagai PETUNJUK. Beliau juga memberikan catatan bahwa pekerjaan lain yang diperlukan dalam tingkat wilayah ke IV ini adalah dengan mengurangi perasaan terpisah dari Tuhan dan mulai menyatukan beragam kecenderungan yang telah dibangun. )

Orang Tua itu mengirim aku untuk memasuki wilayah NAFS YANG TENTRAM, wilayahnya Para Pejuang Spiritual.

Aku mengikuti nasehatnya dan pergi ke wilayah itu. Orang-orang yang kutemui di sana berperawakan kurus dan lemah, lembut, bijaksana, bersyukur, taat beribadah, patuh, berpuasa, merenung dan bermeditasi. Kekuatan mereka terletak pada pengamalan akan hal-hal yang mereka ketahui. Aku mendekati mereka, dan melihat bahwa mereka telah meninggalkan sifat-sifat buruk akibat sifat-sifat mementingkan diri sendiri, dan dari bayangan-bayangan alam bawah sadar mereka.

Aku ikut bertempur dengan Egoku siang dan malam, namun tetap saja aku menjadi seorang Politeisme yang banyak "Diriku" dan "Aku" yang saling bertengkar walaupun menghadap kepada Tuhan Yang Satu.

Hal ini, yakni penyakitku yang menjadikan banyaknya "Aku" sebagai mitra Tuhan, membentuk bayangan yang tebal di atas hatiku, menyembunyikan kebenaran, dan membuatku terjebak di dalam kelalaian yang fatal.

Aku memberitahu mereka - Para Pejuang di wilayah ini, yang kuanggap sebagai Dokter, mengenai penyakitku, yakni Politeisme yang tersembunyi, kelalaian yang fatal dan memprihatinkan serta kegelapan hati, aku pun meminta pertolongan mereka.

Mereka berkata kepadaku, "Bahkan di wilayah ini, tempat orang-orang bertempur dengan ego mereka, tidak ada obat bagi penyakitmu itu."

Mereka menyarankan aku untuk tetap terus berjalan, menuju ke wilayah yang bernama Permohonan dan Tafakur (NAFS YANG RIDHA). Mungkin saja di sana, menurut mereka, akan ada orang yang dapat menyembuhkan penyakitku. Dengan izin dari Orang yang telah kutemukan sebelumnya, aku pun melanjutkan perjalan menuju wilayah yang disarankan oleh orang-orang di wilayah ini.

Bagian V - NAFS YANG RIDHA

Aku memasuki wilayah "NAFS YANG RIDHA" atau dengan nama lain wilayah "MEDITASI (TAFAKUR)". Ketika aku sampai di sana, aku melihat para penduduknya terlihat demikian tenang dan damai, mengingat Tuhan secara terus menerus, melantunkan nama-nama Nya yang indah dan agung.

Perilaku mereka begitu lembut dan penuh sopan santun. Mereka hampir tidak pernah berbicara sebab takut akan saling mengganggu dalam melakukan meditasi yang khusyuk. Mereka begitu ringan bagaikan bulu burung, namun mereka takut akan membebani orang lain.

Aku menghabiskan waktu bertahun-tahun di wilayah ini, akan tetapi, aku belum juga sembuh dari penyakit Dualisme "AKU" dan "DIA" yang masih membentuk bayangan tebal di atas hatiku.

Air mataku mengalir deras. Dalam keadaan teramat sedih, lemah, dan sangat terpesona, aku terjatuh dalam suasana yang aneh, ketika lautan kesedihan terasa menyeliputi dan mengelilingi ku.

Saat aku berdiri dengan perasaan tidak berdaya, sedih, tak sadar, muncullah seseorang yang tampak amat Tampan bermandikan cahaya. Ia menatapku dengan mata yang penuh kasih sayang dan berkata kepadaku :

"wahai budak dirinya yang papa, yang dalam pengasingan di tanah yang asing.. wahai pengembara yang jauh dari kampung halaman, wahai engkau yang berduka, engkau tidak akan menemukan obatmu di wilayah ini. Tinggalkanlah tempat ini, pergilah ke wilayah nun jauh lagi di sana. Nama wilayah itu adalah wilayah "PENAFIAN DIRI (FANA')". Di sana engkau akan menemukan obat yang engkau cari, Dokter yang telah menafikan diri mereka.."

"Mereka tidak memiliki raga, yang mengetahui rahasia "Jadilah Tiada, Jadilah Tiada, Jadilah Tiada, maka Kau akan Ada, Kau akan Ada, Kau akan Ada, maka Kau menjadi Ada selamanya.."

Bagian VI - NAFS YANG RIDHAI TUHAN

Segara aku berangkat menuju wilayah "PENAFIAN DIRI(FANA')". Aku melihat para penduduknya membisu, terdiam seolah-olah mati, tanpa kekuatan di dalam dirinya untuk melontarkan sepatah kata pun. Mereka telah meninggalkan harapan untuk memperoleh keuntungan dari berbicara, dan siap menyerahkan jiwa mereka pada malaikat maut. Mereka sama sekali tidak perduli dengan keberadaanku.

Bahkan, di tempat itu, di tengah-tengah mereka, aku merasakan penderitaan yang pedih. Namun, ketika aku hendak menggambarkan gejala penyakitku ini, aku tidak dapat menemukan raga ataupun eksistensi yang dapat kukatakan sebagai "ini tubuhku" atau "ini aku".

Kemudian, aku tahu bahwa untuk mengatakan "raga ini milikku", adalah sebuah kebohongan, dan berbohong adalah dosa bagi setiap manusia. Dan aku tahu bahwa bertanya mengenai Pemilik Sejati apa yang disebut sebagai "milikku" adalah syirik yang tersembunyi yang justeru ingin kulenyapkan dari diriku. Lalu, apa yang seharusnya dilakukan ?

Aku merasa putus asa, jika kaku harus berdoa kepada-Nya dan berkata "Ya Tuhan", maka akan ada dua "Aku dan Dia", zat yang pada-Nya aku memohon pertolongan atas kehendak yang dikehendaki, hasrat yang dihasrati, pecinta dan yang dicintai, sungguh begitu banyak. Aku tidak mengetahui obatnya.

Ratapan tersebut membuat iba Malaikat Pemberi Ilham, yang membacakan padaku KITAB ILHAM TUHAN, "mula-mula fana'kanlah tindakan-tindakanmu". Ia memberikan itu sebagai hadiah. Ketika ku ulurkan tangan untuk menerima hadiah itu, kulihat tiada tangan. Ia hanyalah campuran air, tanah, angin dan api. Aku tidak memiliki tangan untuk mengambil hadiah itu. Aku tidak memiliki kekuatan untuk bergerak. Hanya satu yang memiliki kekuatan, yaitu YANG MAHA KUAT. Tindakan apapun yang muncul melaluiku, maka ia adalah milik YANG MAHA KUASA. Seluruh kekuatan, seluruh tindakan, kuserahkan kepada-Nya, dan kuserahkan segala yang terjadi padaku dan melaluiku di dunia ini.

Kemudia aku berdoa untuk meninggalkan sifat-sifatku, yakni sifat-sifat yang membentuk kepribadian seseorang. Ketika aku lihat, apa yang aku saksikan bukanlah milikku. Ketika aku bicara, apa yang kukatakan bukanlah pula milikku. Tak satupun adalah milikku. Sama sekali tidak berdaya, aku dilepaskan dari seluruh sifat, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, yang membedakan aku dari sifat-sifat luar dan dalam yang telah menjadikan diriku sebagai "Diriku".

Dengan seluruh raga, perasaan dan ruhku, aku menganggap diriku sebagai sesuatu yang suci. Kemudian aku merasa bahwa ini adalah "DUALITAS" , bahwa bahkan esensiku telah diambil dariku, aku masih saja menginginkan dan mengharapkan diri-Nya. Aku merasakan makna dari "mereka yang mengharapkanku adalah hambaku yang sejati".

Wahai Tuhan Yang Maha Meliputi Segala Sesuatu, yang Terdahulu dari yang terdahulu, Terkini dari yang terkini serta atas semua yang wujud dan yang tersembunyi, Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu. Semuanya menjadi wujud di dalam misteri hatiku. Bahkan, setelah itu aku berharap bahwa misteri "MATI SEBELUM MATI" mewujud dalam diriku.

Ooh.. terkutuklah, kembali "DUALITAS" yang tersembunyi dariku muncul di dalam diriku. Hal ini juga tentunya bukanlah kebenaran.

Bagian VII - NAFS YANG SUCI

Segelintir orang yang mencapai tingkat pada wilayah ini, yang telah melampaui diri secara utuh.

Tidak ada lagi ego ataupun diri. Yang tertinggal hanyalah kesatuan dengan Tuhan. Inilah kondisi yang dinamakan "MATI SEBELUM MATI".

Penyakit apakah yang menyebabkan rasa sakit yang pedih ketika aku bergerak, mengharap, memohon pertolongan, berdoa dan mengiba ?.

Kondisi aneh apakah yang di dalamnya aku terjerumus, yang sulit untuk dijelaskan ?.

Merasa tak berdaya, aku menyerahkan semua ini kepada Pemiliknya dan menanti di Pintu Gerbang Kepasrahan, di dalam perihnya Kematian, lumpuh, tanpa Pikiran ataupun Perasaan, seolah-olah Mati, mengharapkan Kematian menjemputku pada setiap hembusan nafasku.

Menurut nasehat,"Mintalah fatwa pada hatimu", aku menyuruh hatiku untuk membimbingku, Ia berkata,"Selama masih ada jejakmu di dalam dirimu, kau tidak akan mendengar seruan dari Tuhanmu "Datanglah kepadaKu".

Aku mencoba berfikir,"Pikiranku tidak dapat berpikir, akhirnya aku tahu, pemikiran tidak dapat menjangkau Misteri Ilahiah. Bahkan, pengetahuan tersebut tercabut begitu saja, ketika DIA datang kepadaku.

Beliau - As Syaikh ra menutup :

"Wahai Para Pencari !, apa yang kukatakan di sini tidaklah untuk memamerkan yang kuketahui. Karenanya, ia akan diberitakan kepadamu hanya setelah aku tiada diantara kalian."

"Ia diperuntukkan bagi para Pencari Kebenaran, Para Pecinta yang mendamba YANG MAHA TERCINTA, sehingga mereka dapat menemukan di dalam kota/wilayah manakah mereka berada, dan penduduk kota/wilayah manakah yang menjadi kawan mereka."

"Ketika, dan jika tulus, mereka memahami tempat mereka, mereka akan beperilaku sesuai denganya, dan mengetahui arah gerbang kenikmatan bersama Tuhan, untuk kemudian ber SYUKUR kepada Nya."

Membungkuk dan buah kurma..

Pada satu siang yang terik, Bahlul bersama temannya sedang berjalan menuju satu majelis seorang Syaikh yang terkenal. Keduanya hanya membawa bekal seadanya, hingga perbekalan yang mereka bawa habis. Mereka menjadi lapar dan mencari sesuatu yang dapat dimakan oleh mereka.

Hingga pada satu tempat, Bahlul melihat sebuah pohon kurma tidak jauh dari mereka berdua. "Bagaimana menurutmu sahib ?, kita tidak punya tongkat yang panjang untuk meraih buah kurma yang masak diatas pohon ini.", ujar Bahlul kepada temannya.

Temannya berfikir sambil terus melihat keatas pohon kurma itu, dan melihat ada seonggok kurma yang telah masak, "Naah ! Bahlul.. aku melihatnya, itu yang paling masak diantara yang lain.", teriaknya kepada Bahlul dengan wajah yang gembira.

Namun, keduanya hanya saling pandang dan bertanya dalam fikiran masing-masing tentang bagaimana caranya untuk mendapatkan seonggok buah kurma yang masak itu. Keheningan mereka berdua tiba-tiba pecah ketika Bahlul berkata,"Aku tahu bagaimana caranya !, bungkukkan tubuhmu wahai sahib, agar aku dapat menaiki punggungmu itu dan meraih buah kurma itu.", saran Bahlul dengan penuh percaya diri.

Mendengar saran itu, temannya malah berkata,"Ah ! Bahlul.. bagaimana mungkin aku membungkuk dan engkau menaiki punggungku, sedangkan engkau tidak memakai alas kaki selama perjalanan ini, itu pasti akan mengotori gamis ku ini.."

"Ah ! sahibku.. bagaimana mungkin engkau mau bermajelis dengan Syaikh nanti, sedangkan dirimu sendiri rela dikotori oleh fikiran dan dugaanmu sendiri.", timpal Bahlul

Orang tua buta dan tongkat..

Bahlul melihat seorang tua buta yang berjalan selangkah demi selangkah dengan tongkatnya, ia menghampiri orang tua buta itu dan berkata,"jika tuan berkenan, bolehkan aku meminta tongkatmu tuan ?", orang tua buta itu kaget dan berkata, "untuk apa kawan ?!, bukankah engkau tidak buta", Bahlul malah meraih tangan orang tua buta itu dan mengambil tongkatnya sambil berujar, "sesungguhnya akulah yang buta dan lebih membutuhkan tongkat ini dibanding tuan. Nah, sekarang tuntunlah aku kemana saja tuan suka."

Pada saat yang bersamaan ada seorang tetangga Bahlul yang melihat kejadian tersebut, ia menghampiri keduanya dan berkata,"Kamu ini aneh Bahlul, bagaimana mungkin seorang tua buta seperti dia berjalan menuntunmu sedangkan ia sendiri memang buta dan engkau dapat melihat."

"Maaf sahib, tidakkah juga engkau melihat, bahwa dia lah yang dapat berjalan dengan benar dan melihat dengan benar dengan kewaspadaan dan kehati-hatian, bukan seperti kita ini, yang berjalan sembarangan serta selalu buta terhadap perjalanan dan lebih sering melihat kepada yang bukan urusan kita diperjalanan.", timpal Bahlul dengan serius.

"Tetapi, bagaimana dengan tongkatnya itu, yang juga engkau ambil darinya ?", jawab si tetangga dengan pertanyaan yang masih penasaran.

Bahlul tidak menjawab pertanyaan tetangganya itu, ia malah berjalan mengikuti orang tua buta yang menuntunnya. "Wahai sahib !, justeru tongkat inilah mata yang sesungguhnya..!", teriak Bahlul sambil terus berjalan perlahan-lahan mengikuti langkah orang tua buta itu.

Allah berseru pada hamba-Nya..

“Hendaklah engkau bekerja tanpa melihat pekerjaan itu!. Hendaklah engkau bersedekah tanpa memandang sedekah itu!

Engkau melihat kepada amal perbuatanmu, walau baik sekalipun, tak layak bagi-KU untuk memandangnya. Maka janganlah engkau masuk kepada-KU besertanya!

Sesungguhnya, jika engkau mendatangi-KU berbekal amal perbuatanmu, maka akan AKU sambut dengan penagihan dan perhitungan. Jika engkau mendatangi-KU berbekal ilmu, maka akan AKU sambut dengan tuntutan! Dan jika engkau mendatangi-KU dengan ma’rifat, maka sambutan-KU adalah hujjah, padahal hujjah-KU pastilah tak terkalahkan.

Hendaklah engkau singkirkan ikhtiar (ikut mengatur dan menentukan kehendak-Nya untuk dirimu), pasti akan AKU singkirkan darimu tuntutan. Hendaklah engkau tanggalkan ilmumu, amalmu, ma’rifat-mu, sifatmu dan asma (nama) mu dan segala yang ada (ketika mendatangi-KU), supaya engkau bertemu dengan AKU seorang diri.

Bila engkau menemui-KU, dan masih ada diantara AKU dan engkau salah satu dari hal-hal itu, —padahal AKU-lah yang menciptakan semua itu, dan telah AKU singkirkan semua itu darimu karena cinta-KU untuk mendekat kepadamu, sehingga janganlah membawa semua itu ketika mendatangi-KU—, jika masih saja engkau demikian, maka tiada lagi kebaikanmu yang tersisa darimu.

Kalau saja engkau mengetahui, ketika engkau memasuki-KU, pastilah engkau bahkan akan memisahkan diri dari para malaikat, sekalipun mereka semua saling bahu-membahu untuk membantumu, karena keraguanmu itu (bahwa ada penolongmu dihadapan-Nya selain-Nya), maka hendaklah jangan ada lagi penolong selain AKU.

Jangan pernah engkau melangkah ke luar rumah tanpa mengharap keridhaan-KU, sebab AKU-lah yang menunggumu (di luar rumah) untuk menjadi penuntunmu.

Temuilah AKU dalam kesendirianmu, sekali atau dua kali setelah engkau menyelesaikah shalatmu, niscaya akan AKU jaga engkau di siang dan malam harimu, akan AKU jaga pula hatimu, akan AKU jaga pula urusanmu, dan juga keteguhan kehendakmu.

Tahukah engkau bagaimana caranya engkau datang menemui-KU seorang diri? Hendaknya engkau menyaksikan bahwa sampainya hidayah-KU kepadamu adalah karena kepemurahan-KU. Bukan amalmu yang menyebabkan engkau menerima ampunan-KU, bukan pula ilmumu.

Kembalikan pada-KU buku-buku ilmu pengetahuanmu, pulangkan pada-KU catatan-catatan amalmu, niscaya akan AKU buka dengan kedua tangan-KU, Kubuat ia berbuah dengan pemberkatan-KU, dan akan kulebihkan semuanya itu karena kepemurahan-KU.”

( Al Mawaqif wa Al Mukhatabat - An Nafiri ra )

Apa kabar mu..

Apa kabar mu, wahai yang ku damba-dambakan ?
aku sudah tak mampu berkata-kata,
kecuali dengan kekaguman,
yang membuat akal ku bisu,
namun juga membuat ku merdeka,
atas semua yang semu,
dan aku tersipu malu,
ketika engkau membuka tirai mu.

Tersingkap wajah cantik mu itu,
menghilangkan semua wujud ku,
dengan kemuliaan mu,
seluruh tubuhku hanya dapat berucap .. يا هو

Maka penantian panjang dalam kekinian ku,
menghilang bagai uap yang menyatu diudara,
sabar ku telah bersembunyi di balik hati ku,
cukuplah wahai keindahan mata ku,
cukuplah itu .. يا هو و يا هو

Semua pengetahuanku dan ucapan ku,
dalam ramai ku dan diam ku,
hanyalah .. لا هو إلا هو

Sekarang cukuplah bagi ku itu,
segalanya bagi mata ku,
juga bagi kata-kata ku.. هو