Lihatlah dengan mata Nya, bukan dengan mata diri. kemanakah dan bagaimanakah kecenderungannya, ketika ada kenikmatan pada apa yang tertuangkan, dan ada kecenderungannya untuk terus meminta lagi, maka itulah hawa nafsu.
namun dengan begitu juga, setiap keadaan akan selalu ada 2 hal yang berdampingan, ada ketaatan maka pasti ada kejahilan (ketidak taatan ), agar dengan begitu si hamba tidak melihat dan berhenti pada anugerah juga tidak berdiri terpaku (memikirkan) pada ketidak taatan, karena kedua-duanya hakikatnya dapat membawa si hamba kepada keberpalingan yang halus dan samar.
Kondisi/keadaan itu berganti-gantian sesuai dengan kehendak Nya, sesuai dengan manfaat dan mudharat menurut Nya, bukan menurut ilmu pengetahuan yang ada pada si hamba. Ilmu pengetahuan adalah hujah/dasar bagi si hamba, yang juga merupakan anugerah Nya, namun bukan berarti si hamba bergantung kepada itu, itulah kenapa ada ilmul yaqin.
Singkirkan apa yang membuat khawatir kepada sesama mahluk, lenyapkan semua kepentingan, apapun yang terlihat atau terketahui sesungguhnya itu adalah kesementaraan yang berganti-gantian.
Jangan sampai si hamba bermaksud untuk mengungkapkan kebaikan, tetapi ternyata ia hanya berkubang dalam kesenangan serta kenikmatan dirinya sendiri.
Seringkali Al Mawla seperti bertanya kepada si hamba,"tidak cukupkah ampunan Ku untuk mu ?", namun itu seperti tidak terlihat dan berlalu begitu saja, karena si hamba lebih menyenangi apa yang telah ia dapatkan dari Nya.
si hamba seperti lebih banyak mengeluh dalam setiap permohonannya, kalau tidak mau dikatakan mengadu, yang ada di dalam setiap pengaduan itu hanyalah apa yang kurang berkesesuaian dengan dirinya sendiri, ia seperti tidak mampu berjalan di atas tangga keyakinan terhadap kepastian akan janji Nya yang Maha Pasti.
Si hamba lebih rela tersiksa dalam kenikmatan prasangka kepada Nya, "Aku bagaimana prasangka hamba Ku", begitulah, tetapi lihatlah lagi lebih dalam pada kata "hamba Ku", apakah ini bagi si hamba?, itu adalah Kalam Nya, bahasa Nya yang bukan bahasa menurut si hamba. Sungguh teramat memalukan bagi si hamba yang terus menerus dalam prasangka atas setiap tindakan dan perbuatannya, teramat memalukan yang tidak dapat dibayar dengan ibadah yang dilakukan oleh seluruh bangsa jin dan manusia.
kegersangan dan kegelisahan juga kenikmatan adalah bahasa si hamba karena terjajah oleh hawa nafsu serta hasrat-hasrat halus di dalamnya, ia menjadi permainan bagi penjajah, dalam pada itu juga ia menjadi buta dan tuli atas Rahmat Nya, ia selalu saja membawa serta si penjajah kedalam istana sang Maha Raja, dan ia juga mengira dan menduga, bahwa apa yang dibawanya kehadapan sang Maha Raja adalah kesenangan bagi Nya.
Selama si hamba hanya melihat dan tenggelam dalam kenikmatan dan lebih sering menghadapkan wajahnya kepada perkiraan dan dugaan, maka Tuannya akan terus membiarkannya seperti itu berulang-ulang, bagai seseorang yang berputar-putar dalam tawaf, ia dapat melihat Ka'bah namun masih dalam jarak yang dekat dengan kejauhannya sendiri.
Rabbana dholamna anfusana,
wa ilan taghfirlana wa tarhamna,
lana kunanna minal khosiriin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar